Kelompok
13
KEUANGAN
PUBLIK ISLAM
Disusun
Oleh :
2.
Eka Alfiana ( E2A015014 )
3.
Nanda Trias Ramadhani ( E2A015046 )
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Untuk mencapai falah yang maksimum , tidak seluruh aktivitas ekonomi
yang di serahkan kepada mekanisme pasar. Adakalanya mekanisme pasar gagal
menyediakan barang dan jasa yang di butuhkan oleh masyarakat ataupun mekanisme
pasar tidak bekerja secara secara fair dan adil; fair dalam arti berprinsipkan
saling ridho dan adil dalam arti tidak bertindak zalim kepada pihak lain. Dalam
hal ini, pemerintah atau masyarakat perlu mengambil alih peran mekanisme pasar
dalam penyediaan barang / jasa tersebut.
Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah barang / jasa apakah yang
perlu disediakan oleh pemerintah atau masyarakat,
dari mana sumber dana yang digunakan untuk penyediaan barang / jasa tersebut,
bagaimana alokasi dan distribusi barang / jasa yang disediakan oleh pemerintah
atau masyarakat tersebut, apakah kriteria yang digunakan untuk memutuskan
barang / jasa tertentu layak disediakan oleh pemerintah atau masyarakat, dan
sebagainya. Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu dikaji bagaimana keuangan
publik ini dipraktikkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya,
prinsip-prinsip apakah yang bias disarikan dari sunah Rasul Saw. dan sahabat,
dan bagaimana implementasi keuangan publik islam yang terbangun sejak awal,
seperti zakat, wakaf, dan infaq akan dibahas secara lebih mendalam.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Sejarah
Keuangan Publik Islam ?
2.
Karakteristik
Keuangan Publik ?
3.
Instrumen Pembiayaan Publik ?
1.3.
Tujuan Penulis
1. Mengetahui sejarah keuangan public islam.
2. Mengetahui karakteristik keuangan publik.
3. Mengetahui instrumen pembiayaan
publik.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
Keuangan Publik Islam
1.
Keuangan Publik pada Masa Rasulullah Saw.
Untuk memahami sejarah keuangan publik pada masa Rasulullah dan
Khulafaurrasyidin, dapat dilihat dari praktik dan kebijakan yang diterapkan
oleh beliau dan para sahabat. Bicara mengenai keuangan publik pada masa
Rasulullah adalah berangkat dari kedudukan beliau sebagai kepala Negara. Sebab,
kedudukan sebagai kepala Negara adalah identik dengan kedudukan melanyani
publik.
Setelah selama tiga belas tahun di Mekkah, beliau hijrah ke Madinah (
Yasrib ). Pada saat hijrah ke Madinah, kota ini masih dalam keadaan kacau,
belum memiliki pemimpin ataupun raja yang berdaulat. Di kota ini banyak suku,
salah satunya adalah suku Yahudi yang di pimpin oleh Abdullah ibnu Ubay. Ia
berambisi menjadi raja di Madinah. Suasana kota ini sering terjadi pertikaian
antarkelompok. Kelompok yang terkuat dan kaya adalah Yahudi, namun kondisi
ekonominya masih lemah dan hanya dipotong dari hasil pertanian. Oleh karena
itu, tidak ada hukum dan aturan, maka sistem pajak dan fiskal tidak berlaku.
Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, maka Madinah dalam waktu singkat
mengalami kemajuan yang pesat. Rasulullah berhasil memimpin seluruh pusat
pemerintah Madinah, menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerintah dan organisasi,
membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing para
sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh.
Sebagai Negara yang baru terbentuk, ada beberapa hal yang segera mendapatkan
perhatian beliau, seperti: (1). Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan
forum bagi para pengikutnya. (2). Merehabilitasi muhajirin Mekkah di Madinah.
(3). Menciptakkan kedamaian dalam Negara. (4). Mengeluarkan hak dan kewajiban
bagi warga negaranya. (5). Membuat konstitusi Negara. (6). Menyusun sistem
pertahanan Madinah. (7). Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan Negara.
a.
Sumber Utama Keuangan Negara.
Pada masa-masa awal pemerintahan kota Madinah, pendapatan dan
pengeluaran hamper tidak ada. Rasulullah Saw. sendiri sebagai seorang kepala
Negara, pemimpin dibidang hukum, pemimpin dan penanggungjawab dari keseluruhan
administrasi tidak mendapat gaji sedikit pun dari Negara atau masyarakat,
kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa bahan makanan.
Pada masa Rasulullah hampir seluruh pekerjaan yang dikerjakan tidak
mendapatkan upah. Pada masa Rasulullah Saw. tidak ada tentara formal. Semua
Muslim yang mampu boleh menjadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap,
tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari rampasan perang, seperti
senjata, kuda, unta, dan barang-barang bergerak lainnya.
Situasi berubah setelah turunnya surat Al-Anfal ( rampasan perang ).
Waktu turunnya surat ini adalah masa antara perang badar dan pembagian rampasan
perang, pada tahun kedua setelah Hijrah. Yaitu sebuah ayat yang artinya : “
seperlima bagian adalah untuk Allah dan Rasul-Nya ( yaitu untuk Negara
digunakan untuk kesejahteraan umum ) dan untuk kerabat Rasul, anak yatim, orang
yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.”
Jizyah adalah pajak yang bayarkan oleh orang non-Muslim khususnya ahli kitab,
untuk jaminan perlindungan jiwa, harta atau kekayaan, ibadah, bebas dari
nilai-nilai dan tidak wajib militer. Pada zaman Rasulullah, besarnya jizyah adalah satu dinar per tahun untuk
orang dewasa yang mampu membayarnya. Pembayaran tidak harus berupa uang tunai,
tetapi dapat juga berupa barang atau jasa.
Kharaj adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non-Muslim ketika Khaibar
ditaklukkan. Tanahnya diambil alih oleh orang Muslim dan pemilik lamanya
mmenawarkan untuk mengolah tanah tersebut sebagai pengganti sewa tanah dan
bersedia memberikan sebagian hasil produksi kepada Negara. Jumlah kharaj dari tanah ini tetap, yaitu
setengah dari hasil produksi. Rasulullah biasanya mengirim orang yang memiliki
pengetahuan dalam masalah ini untuk memperkirakan jumlah hasil produksi.
Setelah mengurangi sepertiga sebagai kelebihan perkiraan, dua per tiga bagian
dibagikan dan mereka bebas memilih;
menerima atau menolak pembagian tersebut. Prosedur yang sama juga
diterapkan di daerah lain. Kharaj ini
menjadi sumber pendapatan yang penting.
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya
sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari
200 dirham. Rasulullah berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan,
walaupun menjadi beban pendapatan Negara. Ia menghapuskan semua bea masuk dan
dalam banyak perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal tersebut.
Barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah Muslim, bila
sebelumnya terjadi tukar menukar barang.
Zakat dan ushr merupakan pendapatan yang paling utama bagi negara pada
masa Rasulullah. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah
satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya telah diatur dalam alquran
(At-Taubah : 60) sehingga pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan
untuk pengeluaran umum Negara. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada
hal-hal sebagai berikut :
1) Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin,
perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin,
perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.
3) Binatang ternak : unta, sapi, domba, kambing.
4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan
hewan.
5) Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
6) Luqatah, harta benda yang ditinggalkan musuh.
7) Barang temuan.
Pencatatan seluruh penerimaan Negara pada masa Rasulullah tidak ada.
Dalam kebanyakan pencatatan diserahkan pada pengumpul zakat, setiap orang pada
umumnya terlatih dalam masalah pengumpulan zakat.
- Sumber Sekunder Keuangan Negara.
Disamping sumber-sumber pendapatan primer yang digunakan sebagai
penerimaan fiskal pemerintah pada masa Rasulullah Saw. ada sumber pendapatan
sekunder. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Uang tebusan untuk para tawanan perang. Pada perang
Hunain, enam ribu tawanan dibebaskan tanpa uang tebusan.
2) Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Makkah)
untuk pembayaran uang pembebasan kaum Muslimin dari Judhaima atau sebelum
pertempuran Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menurut Bukhari) dari Abdullah
bin Rabiah dan meminjam beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sofwan
bin Umaiyah (sampai waktu itu tidak ada perubahan).
3) Khumuz atau rikaz
harta karun temuan pada periode sebelum Islam.
4) Awmal
fadhla (berasal dari harta
benda kaum Muslimin yang meninggal tanpa waris, atau berasal dari barang-barang
seorang Muslim yang meninggalkan negerinya.
5) Wakaf, harta benda yang didedikasikan kepada umat
islam yang disebabkan karena Allah dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
6) Nawaib, yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar dibebankan
pada kaum Muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama
masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.
7) Zakat fitrah.
8) Bentuk lain sedekah seperti qurban dan kaffarat.
- Lembaga Keuangan Negara : Baitul Mall
- Keuangan Publik pada Masa Khulafaurrasyidin
- Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Abu Bakar Siddiq terpilih sebagai khalifah dalam kondisi miskin, sebagai
pedagang dengan hasil yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Sejak menjadi
khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus oleh kekayaan dari Baitul Maal ini. Menurut beberapa
keterangan, beliau diperbolehkan mengambil dua setengah atau tiga perempat
dirhamsetiap harinya dari Baitul Maal
dengan tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian biasa. Setelah berjalan
beberapa waktu tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2.000 atau 2500
dirham dan menurut keterangan lain 6.000 dirham per tahun.
Selama sekitar 27 bulan di masa kepemimpinannya, Abu Bakar Siddiq telah
banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak membayar
zakat kepada Negara. Abu Bakar Siddiq sangat memerhatikan keakuratan
penghitungan zakat. Zakat selalu didistribusikan setiap periode dengan tanpa
sisa. System pendistribusian ini tetap dilanjutkan, bahkan hingga beliau wafat
hanya satu dirham yang tersisa dalam pembendaharaan keuangan. Sumber pendanaan
Negara yang semakin menipis, menjelang mendekati wafatnya menyebabkan kekayaan
pribadinya dipergunakan untuk pembiayaan Negara.
- Masa Kekhalifahan Umar bin Khatab Al-Faruqi
Ada beberapa hal penting yang perlu dicatat berkaitan dengan masalah
kebijakan keuangan Negara pada masa khalifah Umar, diantaranya adalah masalah ;
1.Baitul
Maal
Pada tahun 16 H, Umar mengumpulkan dana kharaj senilai 500.000 dirham, hasil dari Abu Hurairah, untuk
disimpan sebagai cadangan darurat, membiayai angkatan perang, dan kebutuhan
lain untuk umat. Untuk menyimpan dana tersebut, maka Bailtul Mall regular dan permanen didirikan untuk pertama kalinya
di ibukota provinsi. Setelah menaklukkan Syria, Sawad, dan Mesir, penghasilan Bailtul Mall meningkat (kharaj dari
sawad mencapai seratus juta dinar dan dari Mesir dua juta dinar).
1) Kepemilikan Tanah
Sepanjang pemerintahan Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui perjanjian
damai. Di sinilah mulai timbul permasalahan bagaimana pembagiannya, diantaranya
sahabat ada yang menuntut agar kekayaan tersebut didistribusikan kepada para
pejuang, sementara yang lainnya menolak. Oleh karena itu, dicarilah suatu
rencana yang baik untuk mereka yang datang pertama maupun yang datang terakhir.
2) Zakat dan Ushr
Pada masa Umar, Gubernur Taif melaporkan bahwa pemilik sarang-sarang
tawon tidak membayar ushr, tetapi
menginginkan sarang-sarang tawon tersebut dilindungi secara resmi. Umar katakana
bahwa bila mereka mau membayar ushr,
maka sarang tawon mereka akan dilindungi. Apabila tidak, tidak akan mendapat
perlindungan. Menurut laporan Abu Ubayd, Umar membedakan madu yang diperoleh
dari lading. Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama
dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
3) Pembayaran Sedekah oleh non-Muslim
Tidak ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang
Kristen Banu Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari ternak. Mereka
membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslim. Banu Taghlib adalah suku
Arab Kristen yang menderita akibat peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada
mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membaya jizyah dan malah
membayar sedekah.
4) Mata Uang
Pada masa Nabi dan sepanjang masa Khulafaurrasyidin mata uang asing
dengan berbagai bobot sudah dikenal di Arabia, seperti dinar, sebuah koin emas
dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mistqal atau
sama dengan dua puluh qirat atau seratus grain barley.
5. Klasifikasi
Pendapatan Negara
Pada periode awal Islam, para khalifah mendistribusikan semua pendapatan
yang diterima. Kebijakan tersebut berubah pada masa Umar. Pendapatan yang
diterima di Baitul Maal terbagi dalam
empat jenis, yaitu ;
(a) Zakat dan Ushr
(b) Khums dan Sedekah
(c) Kharaj,
fay, jizyah, ushr dan sewa
tetap tahunan tanah
(d) Berbagai macam pendapatan yang diterima dari semua
macam anak-anak terlantar, dan dana social lainnya.
5) Pengeluaran
- Masa Kekhalifahan Usman
Usman bin Affan adalah khalifah ketiga. Pada enam tahun pertama
kepemimpinannya, Balkh, Kabul, Ghazni, Kerman, dan Sistan ditaklukkan. Untuk
menata pendapatan baru, kebijakan Umar diikuti. Tidak lama setelah
Negara-negara tersebut ditaklukkan, kemudian tindakan efektif diterapkan dalam
rangka pengembangan sumber daya alam. Aliran air digali, jalan dibangun, pohon
buah-buahan ditanam dan keamanan perdagangan diberikan dengan cara pembentukan
organisasi kepolisian tetap.
Khalifah Usman tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, dia
meringankan beban pemerintah dalam hal yang serius. Dia bahkan menyimpan
uangnya di bendahara Negara. Hal ini menimbulkan kesalahpahaman antara Khalifah
dan Abdullah bin Arqam, salah seorang sahabat Nabi yang terkemuka, yang
berwenang melaksanakan kegiatan Baitul
Maal pusat. Beliau juga berusaha meningkatkan pengeluaran pertahanan dan
kelautan, meningkatkan dana pensiun dan pembangunan wilayah taklukan baru,
Khalifah membuat beberapa perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan
jizyah dari mesir.
- Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Setelah meninggalnya Usman, Ali terpilih sebagai khalifah dengan suara
bulat. Ali menjadi khalifah selama lima tahun. Kehidupan Ali sangat sederhana
dan dia sangat ketat dalam menjalankan keuangan Negara. Gubernur Ray
dijebloskan ke penjara oleh khalifah dengan tuduhan penggelapan uang Negara.
Berbeda dengan khalifah Umar, Khalifah Ali mendistribusikan seluruh
pendapatan di Baitul Maal ke provinsi
yang ada di Baitul Maal Madinah,
Busra dan Kufa.sistem distribusi setiap pecan sekali untuk pertama kalinya
diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada
hari itu semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai
penghitungan baru.
2.2. Karakteristik
Keuangan Publik
- Pandangan Ahli Fiqh terhadap Zakat dan Pajak
Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap orang Islam
setelah memenuhi kriteria tertentu. Dalam Alquran terdapat 32 kata zakat, 82
kali diulang dengan menggunakan istilah yang merupakan sinonim dari kata zakat,
yaitu kata sedekah dan infaq. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa
zakat mempunyai kedudukan, fungsi, dan peranan yang sangat penting dalam Islam.
Dari 32 ayat dalam Alquran yang memuat ketentuan zakat tersebut, 29 ayat
diantaranya menghubungkan ketentuan zakat dengan shalat.
Nash Alquran tentang zakat diturunkan dalam periode, yaitu periode
Makkah sebanyak delapan ayat (Al-Muzzammil [73]: 20; Al-Bayyinah [98]: 5) dan
periode Madinah sebanyak 24 ayat (misalnya Al-Baqarah [2]:43 ; Al-Maidah [5]:
12). Perintah zakat yang diturunkan pada periode Makkah, sebagaimana terdapat
dalam kedua ayat tersebut di atas, baru merupakan anjuran untuk berbuat baik
kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan bantuan. Sedangakan yang
di turunkan pada periode Madinah, merupakan perintah yang telah menjadi
kewajiban mutlak (Ilzami).
- Prinsip Penerimaan Publik
Dari tinjauan sejarah mengenai penerimaan publik umat islam dapat
ditunjukkan bervariasinya bentuk-bentuk sumber pendanaan publik, baik yang
sudah ditentukan ketentuannya oleh al-quran, yaitu zakat dan ghanimah, maupun
yang ditentukan oleh pemerintah saat itu seperti kharaj, khums, jizya, dan
sebagainya. Dari berbagai bentuk instrumen penerimaan publik diatas, dapat
dianalisis secara ekonomi prinsip dasar pemungutan dana publik pada awal islam
tersebut.
Tabel
Prinsip Pokok Sumber Keuangan Publik Islam Klasik
Sumber Penerimaan
|
Karakteristik Utama
|
Zakat
|
o Khusus individu Muslim
o Mampu secara material, melebihi satu nisab
o Semakin tinggi peran pengelolaan manusia terhadap
alam, semakin kecil tariff zakatnya
o Tingginya tarif adalah proporsional
|
Ushr
|
o Tarif yang dipungut oleh partner dagang
o Kemampuan bayar (tidak bagi pedagang kecil, 200
dieham)
o Besarnya jasa yang diberikan pemerintah (tariff
dzimmi lebih besar karena butuh jaminan keamanan lebih tinggi
|
Kharaj
|
o Kualitas tanah & jenis tanaman yang lebih
baik
o Metode produksi /peran SDM lebih rendah
o Nilai hasil produksi (max 50%)
|
Jizya (pajak
Dzimmi)
|
o Kemampuan material membayar jizya
o Bias dibayar individual atau kolektif
|
Ghanimah
|
|
Fa’i
|
|
Amwal
fadhila
|
|
Nawaib
|
|
Wakaf
|
|
Sedekah
|
|
- Prinsip Pengeluaran Publik
Berdasarkan analisis ekonomi terhadap sejarah
pengeluaran publik islam semasa Rasulullah Saw. dan Khulafaurrasyidin serta
kaidah fiqh muamalah, pada hakikatnya prinsip utama dalam pengalokasian dana publik
adalah peningkatan maslahat tertinggi. Khalifah Umar telah berani melakukan
perubahan distribusi/alokasi pendapatan yang diperoleh, dimana alokasi dana
disesuaikan dengan jenis dan yang masuk.
- Keseimbangan Sektor Publik dan Anggaran
Dengan mempertimbangkan aspek penerimaan dan pengeluaran sector publik,
maka dimungkinkan terjadi adanya kelebihan penerimaan publik (surplus) ataupun
defisit
sektor publik. Namun, karena alokasi zakat sudah ditentukan, maka dimungkinkan
terjadi pada suatu waktu ter dapat sisa dana zakat bersamaan dengan belum
terpenihinya kebutuhan yang tidak dimungkinkan dibiayai dengan zakat. Misalnya,
biaya rutin pemerintah dan militer, dalam sepanjang sejarah islam tidak
dibiayai dari zakat, namun dari pendapatan lain jika memungkinkan seperti ghanimah dan jizyah. Namun disisi lain, hal yang sebaliknya tidak mungkin
terjadi, yaitu ketika terjadi surplus dipenerimaan publik non-zakat, maka
surplus ini bisa digunakan untuk menutupi kekurangan-kekurangan distribusi dari
zakat.
Sumber penerimaan publik:
GR = Zakat +
Dharibah + Aset + Sedekah
Alokasi sektor publik meliputi:
GE = Miskin + Rutin + Pembangunan + Emergency
Meskipun Rasulullah Saw. tidak melakukan estimasi
tahanan mengenai berapa besar belanja yang dibutuhkan dan sumber-sumber penerimaannya,
namun beliau telah melakukan penyeimbangan antara tujuan dan instrumen publik
pemerintah, dalam arti penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Konsep anggaran
yang merupakan suatu rancangan kegiatan dan pendapatan terhadap pengeluaran
pemerintah pada setiap segmen adalah merupakan hal yang relatif baru dalam
sejarah islam. Dengan demikian, tidaklah diperoleh informasi normatif mengenai
bagaimana proses penyusunan anggaran maupun besarannya dalam perspektif islam.
2.3. Instrumen Pembiayaan Publik
Berbagai instrumen yang bisa digunakan sebagai
sumber pembiayaan negara pada dasarnya dapat dikembangkan karena pada
hakikatnya hal ini merupakan aspek muamalah, kecuali dalam hal zakat. Artinya
selama dalam proses penggalian sumber daya tidak terdapat pelanggaran syariah
islam, maka selama itu pula diperkenankan menurut islam. Oleh karena itu,
terdapat beberapa instrumen pembiayaan publik, yaitu sebagai berikut:
- Zakat
Pengeluaran/pembiayaan zakat didalam islam mulai
efektif dilaksanakan sejak sejarah hijrah dan terbentuknya negara islam di
Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan untuk membayar sejumlah tertentu
dari hartanya, dalam bentuk zakat. Pembayan zakat merupakan kewajiban agama dan
merupakan salah satu dari lima rukun islam. kewajiban itu berlaku bagi setiap
Muslim yang telah dewasa, merdeka, berakal sehat, dan telah memiliki harta itu
setahun penuh dalam memenuhi nisab.
Zakat dikenakan atas harta kekayaan berupa: emas, perak, barang dagangan,
binatang ternak tertentu, barang tambang, harta karun dan hasil panen.
Kewajiban zakat secara tegas dinyatakan dalam
al-quran, yaitu:
Zakat itu hanyalah untuk
orang-orang kafir, orang-orang yang mengurusnya, orang-orang yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang dalam perjalanan; merupakan sesuatu ketentuan dari
Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah : 60).
- Aset dan Perusahaan
Negara
Disamping negara mendapatkan penerimaan berupa
zakat, yang bisa dibayarkan dalam bentuk barang ataupun uang, negara islam
memiliki sumber pendanaan negara dalam bentuk barang, yaitu ghanimah dan fa’i. Kedua harta ini diperoleh dari masyarakat non-Muslim, baik
melalui pemaksaan perang ataupun melalui jalan damai. Meskipun demikian, harta
ghanimah bukanlah merupakan tujuan utama peperangan. Sebagian besar harta
ghanimah dipergunakan untuk kesejahteraan tentara dan sebagian kecil untuk umat
islam. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima atau
delapan puluh persen. Al-quran telah mengatur hal ini secara jelas dalam Q.S
Al-Anfal ayat 41,yaitu:
Katakanlah, sesungguhnya apa
saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami
turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya
dua pasukan (Q.S Al-Anfal [8]:41).
- Kharaj
Kharaj atau bisa disebut dengan pajak tanah. Dalam pelaksanaannya, kharaj
dibedakan menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proporsional
artinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya
seperempat, seperlima, dan sebagainya. Secara tetap artinya pajak tetap atas
tanah. Dengan kata lain, kharaj
proporsional adalah tidak tetap tergantung pada hasil dan harga setiap jenis
hasil pertanian. Sedangkan kharaj tetap dikenakan pada setahun sekali.
Kharaj diperkenalkan pertama kali setelah perang Khaibar, ketika Rasulullah
Saw. membolehkan orang-orang Yahudi Khaibar kembali ke tanah milik mereka
dengan syarat mau membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah islam,
yang disebut kharaj.
- Jizyah
Salah satu ciri khas masyarakat Muslim adalah menjaga saudaranya Muslim
dan non-Muslim dari rasa aman. Oleh karena itu, pada sa Rasulullah, orang-orang
Kristen dan Yahudi, dikecualikan dari kewajiban menjadi militer di Negara
islam. Mereka memperoleh konsesi bahwa Negara islam akan menjamin keamanan
pribadi dan hak milik mereka. Sebagai gantinya maka orang-orang non-Muslim
diwajibkan mengganti dengan pembayaran jizyah. Dijelaskan dalam firman-Nya: Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) keada Hari Kemudian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang telah diharamkan oleh allah dan rasul-Nya dan tidak beragama yang
benar agama Allah, (yaitu orang-orang) yang diberi Al-kitab kepada mereka,
sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.
(Q.S Al-Taubah [9]: 29).
Meskipun jizyah merupakan hak
wajib, namun dalam ajaran islam ada ketentuan, yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang
mampu membayarnya. Sedang bagi perempuan, anak-anak, orang tua dan pendeta
dikecualikan sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur dan tidak
diharapkan mampu ikut bertempur. Orang-orang miskin, pengangguran, pengemis,
tidak dikenakan pajak. Jumlah jizyah
yang harus dibayar, sangat bervariasi antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai
dengan kondisi keuangan mereka. Jika seseorang memeluk agama islam, kewajiban
membayar jizyah itu ikut gugur. Hasil
pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.
- Wakaf
Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan
lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir
(penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa
hasilnya digunakan sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah di wakafkan
keluar dari hak milik yang diwakafkan (wakif), dan bukan pula hak milik nadzir/lembaga
pengelola wakaf, tetapi menjadi hak milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Filsafat yang terkandung dalam amalan wakaf
menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang
dapat dinikmati oleh mawquf-alaih
(pihak yang berhak menerima hasil wakaf). Makin banyak harta hasil wakaf yang
dapat dinikmati oleh yang berhak, makin besar pula pahala yang akan mengalir
kepada wakif.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa keuangan publik meliputi setiap
sumber keuangan yang dikelola untuk kepentingan masyarakat baik dikelola secara
individual, kolekstif atau pun oleh pemerintah.
Pajak
adalah berbeda dengan dharibah. Dharibah merupakan pungutan yang merupakan menutup
devisit negara pungutan yang dibebankan secara sepihak kepada warga tidak dapat
di jadikan sebagai sumber peerimaan jangka panjang sehingga hal ini akan
berperngaruhi dalam perhitungan surplus atau defisit anggaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Azwan Karim, Sejarah Pemikran Ekonomi Islam,
Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2008, edisi ke-3.
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2007.
Nurul Huda, dkk., Keuangan Publik Islam: Pendekatan
Teoritis dan Sejarah, Jakarta, Kencana, 2012.