AKUNTANSI
SYARIAH : SEJARAH PEMIKIRAN AKUNTANSI ISLAM
A. Akuntansi Sebelum Islam Datang.
Islam
diturunkan di tanah Arab dan oleh karena itu untuk mengetahui tentang sejarah
Akuntansi Islam tentu harus dilihat bagaimana kebiasaan-kebiasaan masyarakat
Arab sebelum Islam datang. Seperti diketahui juga bahwa bangsa Arab umumnya
adalah bangsa pedagang, mereka biasanya melakukan perjalanan perdagangn dua
kali dalam setahun yaitu di musim dingin dan musim panas.
Para
pedagang Arab tentu juga sebelum berangkat untuk berdagang akan menghitung
jumlah dagangannya dan begitu juga apabila sudah pulang dari berdagang mereka
akan menghitung hasil perdagangannya tersebut baik mendapat keuntungan maupun
kerugian untuk hal ini tentulah dasar-dasar Akuntansi sudah digunakan. Kebiasan
berdagang bangsa Arab sebelum kedatangan Islam digambarkan didalam Al-Qur’an,
surat Al-Quraisy, ayat 1-4 :
1) Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy (*).
*(Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah mengutamakan Quraisy
dengan tujuh perkara, sampai akhir hadits diantaranya turun ayat berkenaan
dengan mereka yang tidak diturunkan kepada yang lainnya, yaitu ayat ini
(S.106:1-4).
(Diriwayatkan oleh al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Ummu Hani binti Abi Thalib.)
(Diriwayatkan oleh al-Hakim dan yang lainnya yang bersumber dari Ummu Hani binti Abi Thalib.)
2) (yaitu) kebiasaan mereka bepergian
pada musim dingin dan musin panan (**)
**(Orang Quraisy
biasa mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim
panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. Dalam perjalanan itu mereka
mendapat jaminan keamanan dari penguasa-penguasa dari negeri-negeri yang
dilaluinya. Ini adalah suatu nikmat yang amat besar dari Tuhan mereka. Oleh
karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat
itu kepada mereka).
3) Maka hendaklah mereka menyembah
pemiliki Tuhan ini (Kab’ah)
4) Yang telah memberikan makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Surat Al-Quraisy, ayat 1-4 ini jelas
menunjukkan bahwa suku Quraisy di Arab mata pencahariannya biasanya adalah
berdagang pada musim panas dan dingin, untuk berdagang mau tidak mau para
pedagang/saudagar Arab itu harus mengetahui dasar-dasar Akuntansi didalam
melakukan transaksi-transaksi pencatan perdangan mereka baik antar sesama
mereka maupun antar saudagar-saudagar asing di luar Arab.
Untuk melaksanakan
pembukuan atas transaksi-transaksi perdagangan mereka ada yang dikerjakannya
sendiri oleh para pedagang itu dan ada juga yang dikerjakan oleh para Akuntan
dengan cara membayarnya, yang pada waktu itu Akuntan disebut denganKatibul
Amwal (pencatat keuangan)
atau penanggung jawab keuangan dimana fungsinya juga untuk membantu
menjaga keuangan.
Pada masa
ini juga telah ada undang-undang Akuntansi yaitu undang-undang akuntansi
perorangan dan undang-undang akuntansi kelompok (syirkah). Bahkan pada
saat itu di dalam muamalah sudah ada peraturan-peraturan tentang riba (riba
jahiliyah).
Dari studi
sejarah peradaban arab, tampak sekali betapa besarnya perhatian bangsa arab
pada akuntansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap pedagang arab untuk mengetahi
dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat sampai pulang kembali.
Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada keuangannya. Setelah
berkembangnya negeri, bertambahnya kabilah-kabilah, masuknya imigran-imigran
dari negri tetangga, dan berkembangnya perdaganan serta timbulnya
usaha-usahainterven si perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa arab
terhadap pembukuan dagang untuk menjelaskan utang piutang. Orang-orang yahudi
pun (di masa itu) sudah biasa menyimpan daftar-daftar (faktur) dagang. Semua
telah nampak jelas dalam sejarah peradaban bangsa arab. Jadi, konsep akuntansi
dikalangan bangsa arab pada waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang
berdasarkan metode penjumlahan statistik yang sesuai dengan aturan-aturan
penjumlahan dan pengurangan. Untuk mengerjakan pembukuan ini, ada yang
dikerjakan oleh pedagang sendiri dan ada juga yang menyewa akuntan khusus. Pada
waktu itu seorang akuntan disebut sebagai kaatibul
amwal (pencatat keuangan)
atau penanggung jawab keuangan.
B. Akuntansi
Islam sejak munculnya Islam sd Abad 13 H.
Sejak Islam
muncul di Semenanjung Arab dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad Rasulullah
SAW, dan telah terbentuknya Daulah Islamiyah di Madinah maka perhatian
Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (muamalah keuangan) dari unsur-unsur
riba serta dari hal-hal lain seperti : penipuan, pembodohan, perjudian,
pemerasan, monopoli, dsbnya. Rasulullah memberikan penekanan lebih kepada
pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat
untuk menangani profesi sebagai pencatat keuangan ini dan mereka mendapat
sebutan khusus yaitu Hafazhatul
Amwal (pengawas keuangan/auditor). Bukti bahwa permasalahan Muhasabah
(Akuntansi) ini pada saat itu adalah dengan turunnya wahyu Allah SWT yang
merupakan ayat terpanjang didalam Al-Qur’an yaitu pada Surat
Al-Baqarah, ayat 282. Didalam ayat ini Al-Qur’an menjelaskan fungsi-fungsi
pencatatan (kitabah) , dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya.
Kemudian
para sahabat Rasulullah dan para pemimpin umat Islam juga sangat menaruh
perhatian yang tinggi terhadap Akuntansi ini hal ini bisa terlihat didalam
sejarah Khulafaur Rasyidin. Mereka sangat serius terhadap permasalahan
pencatatan keuangan karena mereka menginginkan tujuan dari pencatatan keuangan
itu yaitu dapat diketahuinya utang-utang dan piutang serta jumlah pemasukan dan
pengeluaran uang serta untuk mengetahui berapa keuntungan dan kerugian yang
diperoleh dan tujuan terakhirnya adalah untuk mengetahui dan menghitung berapa
jumlah zakat yang harus mereka keluarkan.
Pada
Khulafaur Rasyidin ini juga telah dikeluarkan dan diterapkan undang-undang
Akuntansi yaitu undang-undang Akuntansi untuk perorangan, perserikatan
(syarikah) atau perusahaan, Akuntansi wakaf,hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijir),
dan anggaran negara.
Dengan melihat
sejarah peradaban islam diatas, jelaslah bahwa ulama-ulama fiqih telah
mengkhususkan masalah keuangan ini kedalam pembahasan khusus yang meliputi
kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan prosedur-prosedur yang harus di ikuti.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya
Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya
Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur
Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan,
perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan
penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara, Rasulullah SAW sendiri pada masa
hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi
akuntan dengan sebutan “hafazhatul
amwal” (pengawas keuangan).
Bahkan Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai
suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah
Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,
dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh
kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada
awal ayat tersebut menyatakan
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, bahwa ternyata Islam lebih
dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun
610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya
pada tahun 1494.
Di samping
itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh
penduduk dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian
pula bahwa di sana terdapat beberapa peristiwa yang
menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah mencatat pemasukan dan
pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan dengan sistem debet
dan kredit. Tidak diragukan lagi, mereka itu adalah orang-orang Arab terdahulu
sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz, setelah itu diikuti oleh
kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem pencatatan
sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang
dimaksudkan adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin
hubungan dagang yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun
yang mendahului mereka dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa
kegelapan.
Pada masa Rasulullah saw, sebenarnya telah
ada akuntansi syariah secara riil. Ini dapat kita lihat dari dipercayanya
Muhammad saw saat muda dipercayakan untuk menjualkan barang-barang dagangan
milik Khadijah. Saat itu, tentu telah ada pencatatan-pencatatan secara
jelas, karena Rasulullah saw terkenal jujur dan tidak pernah bohong dalam
setiap kehidupannya.
Hal ini juga dapat kita lihat bahwa
Rasulullah saw. menjadi sebuah bank bagi kaum kafir Quraisy. Kenapa? Setiap
orang di Mekkah sudah tidak lagi memperhitungkan kejujuran Muhammad saw. Mereka
beramai-ramai, menyimpan uangnya pada Nabi saw, karena dijamin keamanannya.
Rasulullah pun dengan senang hati menampung keuangan itu, dan juga membantu
orang-orang yang miskin untuk menggunakan dana tersebut, digulirkan untuk
bekerja, sehingga kemiskinan mulai mendapat perhatian untuk dapat diatasi. Inilah awal mula, Rasulullah
saw menggunakan pencatatan-pencatatan.
Akuntansi di Masa Khalifah Abu Bakar R.a
Setelah Rasululullah SAW meninggal dunia maka pada tahun 632 M
diangkatlah Abu Bakar Siddik sebagai khalifah pertama umat islam sepeningal
Rasulullah SAW. Abu Bakar Siddik memerintah selama dua tahun yaitu smenjak
tahun 632 – 634 M. Selama sekiatar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu
bakar telah banyak menangani masalah murtad, cukai dan orang-orang yang menolak
membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan
mendistribusikannya di antara mereka sendiri tanpa sepengetahuan hazrat Abu
bakar.
Pada
masa Rasulullah, pendapatan baitul maal (selain hewan) disimpan di Mesjid
nabawi, tapi pada saat itu tidak ada uang tunai yang teersisa. Berapapun uang
yang masuk, langsung diditribusikan pada saat itu juga termasuk ketika baitul
maal menerima uang sebesar 80.000 dirham dari Bahrain. Sebelum menjadi
khalifah, Abu Bakar tinggal di Sikh, yang terletak dipinggir kota madinah
tempat baitul maal dibangun. Abu Ubaida ditunjuk sebagai penangung jawab baitul
mall. Setelah 6 bulan, Abu Bakar pindah ke madinah dan bersamaan dengan itu
sebuah rumah dibangun untuk baitul maal. Sistem pendistribusian yang lama tetap
dilanjutkan sehingga pada saat wafatnya hanya satu dirham yang tersisa dalam
perbedaharaan keuangan.
Akuntansi di Masa Khalifah Umar Bin Khatab R.a
Abu Bakar meninggal dunia, sementara
barisan depan pasukan islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerjaan
Hirah. Ia digantikan oleh “Tangan kanan”nya, Umar Bin Khattab. Ketika Abu Bakar
sakit dan merasa ajalnya seudah dekat, ia bermusyawarah dengan pemuka sahabat,
kemudia mengangkat Umar sebagai pengantinya dengan maksud untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat islam.
Kebijaksanaan Abubakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara
ramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulullah
(Penganti dari penganti rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amirul
Mu’minin (Komandan orang-orang beriman).
Umar Bin Khatab memerintah selama 10 tahun yaitu dari
tahun 13 – 23 H/ 634 – 644 M, selama masa pemerintahan Umar Bin Khattab banyak
sekali perkembangan ekonomi yang dijumpai dan dirasakan umat islam.
Beberapa Kebijakan Umar Bin Khattab di bidang ekonomi.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah segera mengatur adiministrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia, yaitu dengan membagi
pemerintahan menjadi 8 wilayah propinsi : Mekkah, madinah, Syria, jazirah, basrah,
Kufah, Palestina dan Mesir. Kemudian dimasa Umar Bin Khattab ini pulalah
didirikan departemen-departemen didalam mengelola pemerintahan, ditertibkannya
system pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan antara legislatiF dan yudikatif, dibentuknya jawatan
kepolisian,Jawatan pekerjaan umum , mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang
dan menciptakan tahun hijriah.
Beberapa Kebijakan Umar Bin Khattab di bidang ekonomi.
Karena perluasaan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah segera mengatur adiministrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di
Di masa
Umar Bin Khattab, perkembangan bidang ekonomi ini sangat berarti, wajarlah kita
mengatakan bahwa Umar Bin Khattab ini adalah ekonom yang sangat ulung dalam
merencanakan perekonomian di masanya, hal ini dibuktikan dengan pada pidato
pengankatannya menjadi khalifah terdapat “Platform” kebijakan ekonomi
yang akan diterapkannya sebagai berikut :
· Negara
islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil hasil dari Kharaj dan
harta Fai’ yang diberikan Allah kepada rakyat kecualimelalui mekanisme yang
benar.
· Negara
memberikan hak atas kekayaan umum, dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai
dengan haknya; dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
· Negara tidak
menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor, seorang penguasa tidak mengambil
harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan,
dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia memakai
dengan jalan yang benar.
Di zaman Khalifah Umar Bin Khattab ini telah ada pula Anggaran Pendapatan Negara, yang dizaman ini dikenal dengan APBN. Umar Bin Khattab membaginya menjadi 4 bagian. , yaitu :
· Bagian
I : Khusus untuk pengeluaran harta zakat, yaitu untuk kaum fakir, miskin, orang
yang menangani zakat, orang yang terpikat oleh islam, budak, orang yang
terjerat hutang, sbilillah dan Ibnu sabil.
· Bagian II :
Khusus untuk pengeluaran dari 1/5 harta rampasan, yaitu untuk Allah SWT.
· Bagian III : Khusus
untuk pengeluaran harta yang diserahkan kepada baitul mal berupa barang temuan
dan peningalan yang tidak ada ahli warisnya, maka sumber pemasukan ini
digunakan untuk memberikan infaq kepada kaum fakir.
· Bagian
IV: Khusus untuk pembiayaan kemaslahatan umum. Ini dibiayai dari sumber
pemasukan Jizyah, Kharaj dan ‘Usyur.
Demikian
majunya perekonomian di zaman Umar Bin Khattab dan ini merupakan prototipe dari
perekonomian islam sesungguhnya, maka pastilah semua perkembangan ekonomi
tersebut mempunyai bentuk-bentuk pencataatan, maka bisa dipastikan bahwa di
zaman Umar Bin Khattab ini telah ada Akuntansi islam, tetapi seperti apa
format-formatnya, misalnya apakah telah ada buku besar, jurnal, laporan rugi
laba dan seterusnya penulis belum menemukan literatur yang lebih rinci.
Akuntansi di Masa Khalifah Ustman bin Affan
R.a
Ustman Bin Affan termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk islam lewat
atangan Abu Bakar. Beliau lahir di Mekkah Ustman bin Affan bin Abiel Aash bin
Umaiyah, bin Abdu Syamis, bin Abdul Manaaf. Ia adalah seorang yang jujur dan saleh,
tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia adalah
salah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi. Kekayaannya
membantu terwujudnya islam di beberapa peristiwa penting dalam
sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya melanjutkan dan mengembangkan
kebijakan yang sudah diterapkan khalifah kedua. Tetapi ketika menemui
kesulitan-kesulitan – terlihat jelas bahwa bakat mereka berbeda - , dia mulai
menyimpang dari kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang terbukti
lebih fatal baginya dan juga bagi islam.
Di masa Khalifah Ustman ini untuk mengamankan zakat dari
ganguan dan maslah dalam pemerikasaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa
pengumpul yang nakal, hazrat ustman mendelegasikan kewenangan kepada para
pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam
hubungannya dengan zakat, dalam sambutan Ramadhan biasanya dia mengingatkan
“…lihat, bulan pembayaran zakat telah tiba. Barang siapa memiliki property dan
utang, biarkan dia untuk mengurangi dari apa yang dia miliki, apa yang dia
utang dan membayar zakat untuk property yang masih tersisi…”. Dia juga
mengurangi zakat dari pensiun.
Akuntansi di Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib R.a
Ali Bin
Abi Thalib berkuasa selama lima tahun.
Sejak awal dia selalu mendapat perlawanan dari kelompok yang bermusuhan
dengannya, pemberontakan kaum Khariji dan peperangan berkepanjangan dengan
Muawiyah yang memproklamirkan dirinya sebagai penguasa yang independen didaerah
syiria dan kemudian mesir. Khalifah sudah memindahkan ibu kota dari
madinah ke Kufah tapi tidak ada gunanya.
Khalifah Ali dalam melaksanakan tugasnya mempiunyai konsep yang jelas tentang
pemerintahan, dia mampu memberikan job description yang jelas kepada semua
elemen pemerintahan yang terkait dibidangnya, di masa Khalifah Ali ini pula
dengan jelas ali meminta kepada pejabat tinggi di pemerintahannya untuk
membentuk pengadaan bendahara, dengan demikian melekat sekali tugas bendahara
dengan accounting.
Ciri
lain yang ditemui selama kepemimpinan Khalifah Ali adalah mendistribusikan
seluruh pendapatan dan provisi yang ada di Baitul maal Madinah, Busra dan
Kufah. Sistem Distribusi dilaksanakan pada setiap hari kamis, pada hari itu
semua perhitungan telah diselesaikan dan pada hari sabtu dimulai perhitungan
baru. Mungkin cara ini dipandang terbaik dipandang dari segi hukum dan keadaan
negara yang sedang mengalami perubahan kepemimpinan. Khalifah Ali meningkatkan
tunjangan para pengikutnya di Irak.
Akuntansi di Masa Daulah Umayyah
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf
bin Qushay. Nama pangilannya Abu Abdur Rahman al-Umawi. Dia
dan ayahnya masuk islam pada saat pembukaan kota Makkah (Fathul
Makkah), ia ikut dalam Perang Hunain, termasuk orang-orang mualaf yang
ditarik hatinya untuk masuk islam, dan keislamannya baik serta menjadi salah
seorang penulis wahyu.
Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf
bin Qushay inilah peletak batu dasar kekhalifahan Umayah yang berkuasa dari
tahun 661 – 750 M, yang lebih kurang berkuasa selama 90 tahun, suatu prestasi
yang luar biasa dari sejarah peradaban umat islam yang mampu mempertahankan
sutu kekhalifahan selama itu, karena dalam sejarah Khulafa rasyidin yang paling
lama bertahan adalah masa Ustman Bin Affan yang mampu betahan selama 12 tahun,
yaitu 644 – 655 M.
Walaupun diakui bahwa dikatakan masa kekhalifahan Umayah ini yang bertahan 90
tahun tersebut adalah kekhalifahan dimulai dari Mua’wiyah bin Abu Sufyan bin
Harb bin Umayah bin Abd Asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay dan diteruskan
secara turun temurun terhadap anaknya dan keluarga penerusnya, yang
memperlihatkan terjadinya pergeseran pemerintahan dari demokratis menjadiMonarchiheridetis (Kerajaan
turun temurun).
Beberapa Prestasi bidang ekonomi, disamping
ekspansi kekuasaan islam, Bani Umayah juga banyak berjasa dalam
pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat
tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatanya dispenjang
jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersejata dan mencetak uang.
Pada
masanya, jabatan khusus seorang hakim (Qadhi) mulai berkembang menjadi profesi
tersendiri, qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd al-Malik mengubah
mata uang Bizantium dan Persiayang dipakai
didaerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri
pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata tulisan arab. Khalifah Abdul Malik
juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam.
Keberhasilan khalifah Abdul Malik dikuti oleh putranya al-Walid ibn Abd abd
al-malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan
melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang-orang cacat.
Semua anggota yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara
secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu
daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan
mesjid-mesjid megah.
Dari
deskripsi perkembangan berbagai segi ekonomi dan sector-sektor penunjangnya
diatas dapat dilihat bahwa semua itu memerlukan pencatatan yang rapi, walaupun
belum ditemukan literatur memberikan informasi terdapatnya lembaga pencatatan
dan akuntan yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut, namun dari
indikasi pembangunan diatas dapat disimpulkan bahwa hal tersebut dicatatkan
oleh lembaga tertentu yang ditunjuk oleh kerajaan untuk memperlancar proses
pembangunan tersebut. Dengan demikian di zaman Umayah ini hampir
dipastikan telah terdapat proses pencatatan semacam lembaga akuntan yang
memberikan input data-data akuntansi dalam pengambilan keputusan oleh pihak
kerajaan.
Akuntansi
di Masa Daulah Abbasiyah
Dikatakan sebagai zaman keKhalifahan Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasa kekhalifahan ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW. Kekhalifahan Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaanya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik di zaman kekhalifahan Abbasiyah, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode,
sebagai berikut :
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik di zaman kekhalifahan Abbasiyah, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi
· Periode Pertama (132H/750 M – 232 H/847 M), disebut
periode pengaruh Persia pertama.
· Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa
pengaruh turki Pertama.
· Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055
M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah.
Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
· Periode kempat (447
H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
· Peride
kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaanyanya hanya efektif di sekitar kota Baghdad
Beberapa catatan ekonomi yang dapat kita temukan dibuku sejarah pada masa
kekhalifahan ini adalah pada masa kekhalifahan al-Mahdi (775 – 785 M),
perekonomian mengalami perkembangan dengan adanya irigasi, meningkatnya
pertambangan emas, perak, tembaga dan bessi dan semakin meningkatnya volume
perdagangan melalui pelabuhan Basrah. Dari perkembangan sektor ekonomi ini maka
bisa dipastikan semua aktivitas ekonomi ini membutuhkan dan mengunakan
pencatatan, namun memang belum ditemukan bentuk pencatatan yang rinci yang
dilakukan dimasa ini, namun yang pasti akuntansi telah digunakan dimasa
kekhalifahan Abbasiyah ini.
Daulat Abbasiyyah, 132--232 H.
/750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan yang lain dalam pengembangan
akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara khusus. Sebab pada
saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi khusus (Specialized
Accounting Books). Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan
erat dengan fungsi dan tugas yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh
buku-buku khusus yang dikenal pada masa kehidupan
negara Islam itu adalah sebagai berikut:
· Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan
di Diwan Nafaqat, dan diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran
Khalifah, yang mencerminkan pengeluaran negara.
· Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku
ini disimpan di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan
seluruh harta yang masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
· Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan
dari para menteri dan pejabat-pejabat senior negara pada saat itu. (Muhammad Al
Marisi Lasyin, 1973, hal. 41).
Umat
Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al
Auraj, yaitu serupa
dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors
or Accounts Receipable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah
dari bahasa Persi, kemudian digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan
untuk mencatat jumlah pajak atas hasil tanah pertanian, yaitu setiap halaman
dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk membayar pajak, di dalamnya
dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang telah dibayar dari
pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus dilunasi
didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul
Kharaj(Undang-Undang
Perpajakan). (Al Mazindarani 765 H./1363 M.)
Di
samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal
pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
· Ar Ra’ij minal mal,
yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk didapatkan, yaitu apa
yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan
dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable
Debts.
· Al Munkasir
minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk didapatkan,
yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam
bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable
Debts.
· Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal,
yang dimaksudkan adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam
bahasa inggris dikenal dengan nama Doubtful Debts. (Muhammad Al
Marisi Lasyin, 1973, hal. 141).
Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang
patut didapatkan, yaitu: pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap
pekerjaan akuntansi, sebagaimana yang telah kami kemukakan pada pendahuluan Bab
I; dan yang kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran
kondisi keuangan baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat. Sebab, penggambaran kondisi keuangan
menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan kewajiban. Tidak diragukan lagi
bahwa mereka mengetahui pentingnya inventarisasi para debitur untuk mengetahui
apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa mendatang. Jika tidak, tentu mereka
tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga kelompok tersebut. Pengelompokan
ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa
menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali
lagi pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan
akuntansi. Hal ini jika tidak ada faktor lain, maka
zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan zakat menuntut pentingnya
inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui pengaruh para debitur
dan kreditur terhadap jumlah zakat.
Akuntansi di Masa Daulah Utsmaniyah
Pada tahun 656 H/1267 M, Ustman anak Urtughril lahir. Ustman inilah yang
kemudian menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah Utsmaniyah. Kekhalifahan
Ustmani ini berlangsung dari tahun 1258 – 1924 M. dalam masa yang sangat
panjang ini banyak sekali sultan erkuasa dengan cork dan karakteristiknya
masing-masing.
Pada masa
Muhammad al-Fatih, orang-orang Ustmani sangat memperhatikan lintas perdagangan
dunia melalui jalur laut dan darat. Mereka mengembangkan cara-cara lama dan
membangun sarana-sarana baru yang lebih baik, sehinga memudahkan arus
perdagangan disemua wilayah. Ini semua membuat negeri-negeri asing terpaksa
membuka pelabuhan-pelabuhan bagi warga negara Ustmani, demi melakukan
pedagangan dibawah panji pemerintahan Ustmani. Dampak dari kebijakan umum
terhadap sektor perdagangan ini, melahirkan kemakmuran dan kemudahan di seluruh
negeri. Pemerintahan Ustmani memiliki mata uang sendiri. Pada saat yang sama,
pemerintahan Ustmani tidak meninggalkan pembangunan di bidang industri dengan
membangun sarana-sarana badan logistik, membuat senjata dan membangun benteng-benteng
ditempat-tempat strategis.
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan
pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya
manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H./1363 M. Manuskrip ini adalah karya
seorang penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al
Mazindarani, dan diberi judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”.
Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan Sulaiman Al-Qanuni di Istambul
Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756, dan memuat tentang
akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang digunakan dalam
tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang bahasa
Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di
Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum
munculnya buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali
dicetak tentang sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry),
dan buku Al Mazindarani masih dalam bentuk manuskrip, belum di cetak dan
belum diterbitkan.
Al
Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku--barangkali yang dimaksudkan adalah
manuskrip-manuskrip--yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer
pada saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul ”Risalah
Falakiyah Kitab As Sayaqat”. Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia
telah mengambil manfaat dari buku-buku itu dalam menulis buku “Risalah
Falakiyah” tersebut.
Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang
khusus bagi setiap sistem akuntansi. Macam-macam buku akuntansi yang wajib
digunakan untuk mencatat transaksi keuangan Cara menangani kekurangan dan
kelebihan, yakni penyetaraan. Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntansi
yang populer pada saat itu, yaitu pada tahun 765 H./1363 M. antara
lain:Akuntansi Bangunan, Akuntansi Pertanian, Akuntansi Pergudangan, Akuntansi
Pembuatan Uang dan Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat
itu dan kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan
pembukuan yang disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:” Ketika
menyiapkan laporan atau mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan
basmalah, “Bismillahir Rahmanir Rahim”. Jika hal ini yang dicatat oleh
Al Mazindarani pada tahun 765 H./1363 M., maka hal ini pula yang disebut oleh
penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata, “harus dimulai
dengan ungkapan “Bismillah’.” (Brown and Johnson, 1963, hal. 28).
Salah
seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah
digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
· Apabila di dalam buku masih ada yang
kosong, karena sebab apa pun, maka harus diberi garis pembatas, sehingga tempat
yang kosong itu tidak dapat digunakan. Penggarisan ini dikenal dengan nama
Tarqin.
· Harus mengeluarkan saldo secara teratur.
Saldo dikenal dengan nama Hashil.
· Harus
mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
· Pencatatan
transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam
menggunakan kata-kata.
· Tidak
boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau menghapusnya.
Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah suatu
transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi
kepada kantor. Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi
pengeluaran, maka dia harus membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat
melacak terjadinya transaksi tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi
seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran sebesar 1300 dinar,
sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut. Pada akhir tahun buku,
kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan antara saldo
buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo bandingannya
yang ada di kantor.
· Pada
akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci
tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara
pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut
· Harus
mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan membandingkannya
dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang lain dengan
jumlah yang tercatat di kantor.
· Harus
mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan
karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan
mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu
kelompok.
· Harus
mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber-sumber
pemasukan-pemasukan tersebut.
· Harus mencatat pengeluaran di halaman
sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran-pengeluaran tersebut.
· Ketika
menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
· Setelah
mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi-transaksi
sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi yang
sejenis itu saja.
· Harus memindahkan transaksi-transaksi yang
sejenis itu oleh orang lain yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang
yang melakukan pencatatan di buku harian dan buku-buku yang lain.
· Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi
keuangan di dalam buku-buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan
atau tahunan sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan laporan itu harus rinci,
menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya serta pengalokasiannya.
Kalau
diperhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa
dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah
disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu
mencatat pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan,
dengan sistem debet dan kredit.
Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang telah disebutkan di sini
secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk tertentu yang memberikan
andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam pengembangan sistem
pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di sebelah
kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup
penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan
tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku
akuntansi yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara
Islam adalah Al-Khitamah dan Al Khitamatul Jami’ah.
Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan yang dibuat pada setiap akhir
bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran yang sudah dikelompokkan
sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan. Sedangkan
Al-Khitamatul Jami’ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang
akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-Khitamatul
Jami’ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka
laporan itu dinamakan Al Muwafaqah.
Dan apabila Al Khitamatul Jami’ah tidak
disetujui karena adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al
Khitamatul Jami’ah,
maka ia dinamakan Muhasabah(akuntansi)
saja.
C. Akuntansi
Islam pada Awal Abad 14 H (setelah runtuhnya Khilafah Islamiyah)
Setelah
runtuhnya Khilafah Islamiyah maka Konsep Akuntansi Islam pun tidak berkembang
bahkan nyaris hilang karena beberapa hal diantaranya :
1) Tidak adanya perhatian dari
pemimpin-pemimpin Islam untuk mensosialisasikan hukum Islam (syariah Islam)
yang merupakan landasan utama Akuntansi Islam
2) Dikuasainya/dijajahnya kebanyakan
negara-negara Islam oleh negara-negara kuat yaitu Inggris dan Prancis, dimana
hal ini mengakibatkan perubahan besar di semua tata-kehidupan negara Islam
tersebut, termasuk didalamnya masalah keuangan dan Akuntasinya.
Karena
permasalahan-permasalahan tersebut di atas dan yang paling kuat adalah
dijajahnya/dikuasainya negara-negara Islam oleh negara-negara kuat seperti
Inggris dan Prancis tersebut maka mulailah semua tata kehidupan ekonomi
kapitalis, undang-undang ekonomi kapitalis, peraturan perserikatan/perseroan
asing, lembaga-lembaga perdagangan yang berbasis bunga / riba diterapkan di
negara-negara yang dikuasi/dijajahnya tersebut yang otomatis menggantikan
undang-undang ekonomi Islam.
Oleh
karena yang dipakai undang-undang ekonomi Islam yang berasal dari ekonomi
kapitalis yang juga merupakan penjajah pada saat itu maka secara otomatis pula
segala aturan-aturan pencatata keuangan dan Akuntansi Islam menjadi lenyap
tidak berbekas kecuali beberapa istilah Akuntansi Islam yang masih tersimpan di
dalam dokumen-dokmen negara.
Kemudian
untuk pencatatak keuangan di implementasikanlah sistim akuntansi yang berasal
dari Eropa dimana sistim akuntansi diperusahaan-perusahaan memakai
istilah-istilah bahasa Inggris maupun Perancis walaupun negara-negara tersebut
adalah negara Islam dan hal itu sampai dengan sekarang masih berlangsung.
Sistim akuntansi ini dinamai dengan dari negara mana sistim akuntansi tersebut
berasal misalnya sistim akuntansi Amerika, sistim akuntansi Belanda,
sistim akuntansi Perancis, dsbnya.
Runtuhnya Khilafah Islamiyah serta tidak adanya perhatian dari
pemimpin-pemimpin islam untuk mensosialisasikan hukum islam, serta dengan
dujajahnya kebanyakan nagara islam oleh negara-negara eropa, telah menimbulkan
perubahan yang sangat mendasardisemua segi kehidupan ummat islam, termasuk di
bidang muamalah keuangan.Pada fase ini perkembangan akuntansi didominasi oleh
pikiran pikiran barat. Para muslim pun mulai menggunakan sistem
akuntansi yang dikembangkan oleh barat. Untuk mengetahui bagai mana
perkembangan akuntansi pada fase ini, mungkin dapat membaca pada buku-buku
teori akuntansi
D. Akuntansi
Islam di Zaman Modern.
Fenomena Ekonomi Syariah akhir-akhir ini di dunia begitu
dasyatnya, tumbuh dimana-mana Lembaga-lembaga Keuangan Syariah, riset-riset
tentang ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah muncul di seluruh dunia. Juga
tidak ketinggalan di bidang pendidikan bermunculan Universitas baik yang negeri
maupun swasta, baik universitas yang bercirikan Islam maupun yang bercirikan
non Islam mendirikan bidang study Ekonomi Syariah, bahkan ada yang sudah
membuka jurusan Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah serta Akuntansi Syariah.
Fenomena
kebangkitan ekonomi Syariah ini juga sekaligus menjawab keterpurukan sistim
ekonomi konvensional yang berbasis riba/bunga itu tidak dapat memberikan solusi
terhadap krisis ekonomi dunia sekarang ini bahkan sistim ekonomi konvensioanl sudah
banyak yang mengugat dengan mengatakan sistim ekonomi konvensional sudah mati
yang terdapat di dalam bukunya ”matinya Ilmu Ekomoni”(The Death of
Economics).
Begitu juga
dengan sistim Akuntansi Konvensional sudah banyak yang meragukan karena banyaknya
akuntan-akuntannya berlaku tidak jujur, tidak berahlak mulia dengan memberikan
hasil pemeriksaan/audit dan pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang
dipalsukan (window dressing) dan di mark-up, lihat saja misalnya kasus
perusahaan enron di USA dan ditutupnya beberapa kantor akuntan publik di
Indonesia.
Akibatnya
sekarang terjadi fenomena yang menjadi kebangkitan baru dalam Akuntansi Islam
karena dengan tumbuhnya dengan pesat lembaga-lembaga keuanga syariah, serta
dibukanya kajian-kajian ekonomi Syariah di lembaga-lembaga pendidikan maka
Akuntansi Islampun mulai dipelajari dan dicari oleh orang-orang baik yang
muslim maupun yang non muslim sebagai jawaban alternatif dari sistim ekonomi
kapitalis dan sistim akuntansi konvensional yang sudah kehilangan roh
kejujurannya itu.
Kebangkitan islam baru telah menjangkau bidang muamalah secara umum, dan
bidang-bidang finansial, serta lembaga-lembaga keuangan secara khusus.
sekelompok pakar akuntansi muslim telah mengadakan riset dan studi-studi ilmiah
tentang akuntansi menurut islam. Perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada
beberapa bidang, yaitu bidang riset, pembukuan, seminar atau konverensi,
pengajaran dilembaga-lembaga keilmuan dan perguruan tinggi, serta aspek
implementasi pragmatis. Berikut ini adalah sebagian dari usaha awal di
masing-masing bidang:
1) Kebangkitan Konsep Akuntansi Islam
dalam bidang riset
Sudah terkumpul
beberapa tesis magister serta disertasi doktor dalam konsep akuntansi yang
telah dimulai sejak tahun 1950 dan masih berlanjut sampai sekarang.
Diperkirakan tesis dan disertasi tentang akuntansi yang terdapat di Al-Azhar
saja sampai tahun 1993 tidak kurang dari 50 buah. Disamping itu telah juga
dilakukan riset-riset yang tersebar di majalah-majalah ilmiah.
2) Kebangkitan konsep Akuntansi Islam
dalam bidang Pembukuan
Para inisiator
akuntansi islam kontemporer sangat memperhatikan usaha pembukuan konsep ini.
Hal ini dilakukan supaya orang-orang yang tertarik pada akuntansi dapat
mengetahui kandungan konsep islam dan pokok-pokok pikiran ilmiah yang sangat
berharga, sehingga kita tidak lagi memerlukan ide-ide dari luar atau mengikuti
konsep mereka (barat).
3) Kebangkitan Akuntansi Islam dalam
seminar-seminar dan lembaga-lembaga riset.
4) Kebangkitan Konsep
Akuntansi Islam dalam bidang Pengajaran, yaitu di sekolah-sekolah dan Perguruan
Tinggi
Konsep akuntansi
islam mulai masuk kesekolah-sekolah dan perguruan tinggi sejak tahun 1976,
yaitu fakultas perdagangan Universitas Al Azhar untuk program pasca sarjana,
dalam mata kuliah Akuntansi perpajakan dan Evaluasi Akuntansi. Situasi ini
terus berlanjut, hingga tahun 1978 dibuka beberapa jurusan dalam cabang-cabang
ilmu akuntansi islam di berbagai perguruan tinggi di timur tengah. Dan hal ini
berlanjut sampai sekarang diberbagai belahan dunia, termasuk indonesia.
5) Kebangkitan Konsep Akuntansi Islam
dalam Aspek Implementasi.
Implementasi akuntansi islam mulai dilakukan sejak mulai berdirinya
lembaga-lembaga keuangan yang berbasiskan syariah. Hal ini menyebabkan mau
tidak mau lembaga keuangan syariah tersebut harus menggunakan sistem akuntansi
yang juga sesuai syariah. Puncaknya saat organisasi akuntansi islam dunia yang
bernama Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial just Iflution (AAOIFI) menerbitkan sebuah standard akuntansi untuk lembaga keuangan syariah yang disebut, Accounting, Auditing, and Governance Standard for Islamic Institution. Mungkin secara teori akuntansi islam yang sekarang ini berkembang masih belum matang.
Organization for Islamic Financial just Iflution (AAOIFI) menerbitkan sebuah standard akuntansi untuk lembaga keuangan syariah yang disebut, Accounting, Auditing, and Governance Standard for Islamic Institution. Mungkin secara teori akuntansi islam yang sekarang ini berkembang masih belum matang.
Harahap,
Sofyan Safri. Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi
Syariah. 2008. Jakarta : Pustaka Quantum.
__________________. Akuntansi Sosial Ekonomi dan
Akuntansi Islam.tth. ttp.
Moleong, Lexy. Metodologi
Penelitian Kualitatif. 1997.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya. cet. Ke-8.
Salam, Syamsir dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial. 2006. Jakarta : UIN Jakarta Press.
Syahatah,Husein. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam.
Paper
: Edi Setiadi SE, MM (Sejarah Pemikiran Akuntansi Syariah) di presentasikan di
UIN SYAHID Jakarta
http://jaharuddin.blogspot.com/2008/05/akuntansi-islam-dalam-lintasan-sejarah.html
http://himasi.blogspot.com/2008/01/sejarah-perkembangan-akuntansi-syariah_04.html
http://dimel2002.multiply.com/journal/item/10
http://www.iiu.edu.my/iaw/Articles/ia%20history/ACCOUNTING%20PROCEDURES-ISLAMIC%20STATE.htm