Pasar Terbuka Dalam Islam
Dalil Pasar
Dari evolusi pasar yang terjadi
sepanjang sejarah, para ekonom merumuskan dalil-dalil dasar dalam perekonomian.
Misalnya, Alfred Marshall dalam Principle of Economics, merumuskan “jika
permintaan tinggi dan penawaran rendah, maka harga tinggi dan sebaliknya.” Ini
yang dikenal dengan hukum permintaan dan penawaran. Hukum ini berlaku juga
dalam pasar tempat (marketplace), pasar lembaga (institutional market) dan
mekanisme pasar (market mechanism).
Bagaimana Islam memandang ini? Mengenai harga serta penawaran dan permintaan,
Islam tidak memperkenankan campur tangan yang sembarangan terhadap mekanisme
pasar. Ini terbukti misalnya dengan riwayat sebagai berikut: Diriwayatkan dari
Anas bahwa ia mengatakan: Harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW.
Para sahabat mengatakan: “Wahai Rasulullah! Tentukan harga untuk kita! Beliau
menjawab: “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah
serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah
seorang di antara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan
harta.” Dari hadits ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa Islam tidak
menyuruh pemerintah untuk menetapkan harga, karena Allah yang sesungguhnya
menaikkan dan menurunkan harga lewat mekanisme yang dikehendaki-Nya. Apakah
mekanisme itu adalah tangan gaib (the invisible hand)? Atau bukan tangan gaib
(the invisible hand)?
Praktik-Praktik dalam Pasar yang
Dilarang dalam Islam
(1) Jual Beli Barang Haram
(2) Menimbun Barang (Ikhtikar)
(3) Menjual Barang yang Belum Dimiliki
(4) Mencegat Pedagang di Perjalanan (Talaqqi rukban)
(5) Menjual Buah yang Masih di Tangkainya (Muzabanah)
(6) Jual Beli Al Urban
Pasar Terbuka dalam Islam
Walaupun Rasulullah SAW telah
meletakkan kebebasan dalam pasar, namun di dunia ini, pasar sekarang sudah
dikuasai oleh segelintir kapitalis. Kebebasan berusaha masyarakat terancam oleh
para pemain besar pengendali pasar. Kita membutuhkan desain mekanisme agar
pasar kembali menjadi penjaga kemerdekaan ekonomi
Kemerdekaan Berusaha dalam Sejarah
Pasar Islam
Ibnu Khaldun, seorang ulama terkemuka yang membela kebebasan berusaha di dalam
pasar dalam Muqaddimah terlihat berpendapat bahwa ekonomi dan peradaban akan
berkembang bila bisnis dan perdagangan berjalan baik dalam pasar terbuka.Konsep
Pasar dalam Islam Pasar adalah shadaqa (pemberian) untuk ummah (masyarakat
muslim), sama seperti masjid.Kesamaan ini ditunjukkan ketika Rasulullah hijrah
ke Madinah. Di Madinah, fasilitas publik yang pertama kali dibangun adalah
masjid dan pasar. Oleh karena itu, dalam tradisi Islam yang khas, pasar
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pasar adalah milik umum. Ia adalah milik
umat. Tidak ada seorang pribadi pun berhak mengklaim satu tempat di pasar
sebagai milik pribadinya, bahkan walaupun ia sanggup membayarnya.
2. Orang berhak untuk masuk dan keluar
dari pasar dengan bebas untuk membuka dagangannya, namun ketika ia sudah selesai
menjual semua dagangannya, ia harus membiarkan orang lain menggunakan tempat
tersebut
3. Setiap orang dapat membuka
dagangannya tanpa membayar kepada siapapun
4. Jika seseorang sudah selesai
melaksanakan aktivitas jual belinya orang lain dapat menggantikannya di tempat
tersebut dengan gratis
5. Hisbah, sebuah institusi unik dalam
sistem Islam, mempunyai peran utama sebagai pengatur, pengawas, pengelola dan
pengendali pasar.
Pengaturan sistem tentang penciptaan kejujuran dan keadilan
Ajaran Islam tidak hanya mengatur
tentang mekanisme pasar, transaksi dan perdagangan, namun Islam juga
menyediakan mekanisme pengawasan (pengawasan pasar) agar tercipta law
enforcement terhadap aturan – aturan tersebut. Lembaga yang bertugas dalam
mengawasi pasar adalah hisbah. Hisbah menurut Imam Mawardi dan Abu Ya’la
merupakan system untuk memerintahkan yang baik dan adil jika kebaikan dan
keadilan secara nyata dilanggar atau tidak dihormati, selain itu lembaga ini
juga melarang kemungkaran dan ketidakadilan ketika hal tersebut secara tidak
nyata sedang dilakukan. Hisbah mulai dilembagakan secara resmi pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab dengan cara “menunjuk seorang perempuan untuk
mengawasi pasar dari tindakan – tindakan penipuan.” Para intelektual muslim
membagi pengawasan pasar ini dalam dua jenjang, yaitu internal yang berpusat
dari pemahaman personal terhadap syariat terkait dengan transaksi, perdagangan
dan segala hal berkenaan dengan mekanisme pasar yang bersumber dari Al Quran,
Al Hadist dan pendapat para ulama. Sementara pengawasan secara eksternal
dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya diluar dari para pelaku pasar.
Islam mengatur dan mengawasi pasar
secara ketat. Salah satu lembaga yang semestinya dibentuk untuk mengawasi pasar
menurut Islam adalah Hisbah. Meskipun demikian sebenarnya pengawasan dapat
dilakukan oleh semua orang sebagaimana sabda Rosululloh SAW tentang perintah
untuk menindak kemungkaran. Terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini
salah satu wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar, seperti
masalah kecurangan dalam timbangan, ukuran, maupun pencegahan penjualan barang
yang rusak serta tindakan – tindakan yang merusak moral.Landasan hisbah
sebagaimana diterapkan oleh Rosulullah melakukan inspeksi pasar dan menemukan
pelanggaran di pasar karena meletakkan kurma yang basah dibawah tumpukan kurma
yang kering, sehingga dapat menutupi informasi bagi pembeli tentang kualitas
kurma. Dari itu kemudian Rosulullah menegaskan bahwa praktek yang demikian
adalah dilarang dalam Islam. Sementara dalam Al Qur’an dapat kita lihat
pada surat Ali Imran ayat 104 : “ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang- orang yang beruntung.
Sistem Pasar
terhadap tempat dan penyimpanan barang dagangan
Untuk Mengukur Sistem pasar yang tempatnya tidak menentu adalah , berdasarkan
ketentuan pasar terbuka yang telah ditetapkan Rosululloh yaitu, Pasar adalah
milik umum. Ia adalah milik umat. Tidak ada seorang pribadi pun berhak
mengklaim satu tempat di pasar sebagai milik pribadinya, bahkan walaupun ia
sanggup membayarnya. Jika seseorang sudah selesai melaksanakan aktivitas jual
belinya orang lain dapat menggantikannya di tempat tersebut dengan gratis.
Bahkan Rasululloh SAW Telah mencontohkan cara berdagang yaitu dengan berpindah
pindah, Rasululloh berdagang meninggalkan negerinya (Makkah) ke negeri Syam
(yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW baru berusia 12
tahun. , Oleh karena itu jika para pedagang telah mengetahui sistem pasar
terbuka, maka sistem berpindah tempat dalam berdagang bukan merupakan
terciptanya konflik dalam berdagang, karena itu adalah contoh Rasululloh SAW.
Kemudian untuk mengatur barang dagangan yang banyak agar tidak merepotkan yaitu
pedagang hendaknya membawa persediaan barang dagangan yang akan dijual
secukupnya saja, dalam artian pedagang mempunyai kalkulasi seberapa banyak
barang akan habis dalam jangka waktu kapan pasar dibuka hingga ditutup kembali
, sehingga dalam membawa barang yang ia perjual belikan tidak merepotkan
dirinya. Menurut kelompok kami apabila membentuk gudang guna menyimpan
barang dagangan milik orang banyak dikhawatirkan menimbulkan banyak konflik,
diantaranya adalah penyimpanan barang dagangan memerlukan biaya perawatan dan
penjagaan, kemudian apabila ada barang dagangan yang rusak atau hilang bisa
jadi menuduh pedagang yang lain sehingga akan terjadi konflik.
sumber:
Islamic Studies of Economics Group (ISEG) dan
Diskusi kelompok kami
Universitas Padjadjaran Bandung
2009