Materi Kuliah Akuntansi Syariah
ISI DAN PEMBAHASAN
A. DEFINISI
MUSYARAKAH DALAM PSAK No. 106.
Pernyataan
PSAK No. 106 diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah. Dan
pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
Musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset non kas yang
diperkenankan oleh syariah. Istilah lain dari musyarkah adalah Sharikah atausyirkah atau kemitraan.
Musyarakah
Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan
saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par 04).
Contohnya, antara mitra A dan mitra B yang melakukan akad musyarakah menanamkan
modal yang jumlah awal masing – masing Rp 20.000.000, maka sampai akhir masa
akad syirkah modal mereka masing – masing tetap Rp 20.000.000.
Musyarakah
Menurun/Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga
bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (PSAK No. 106 par 04) contohnya,
antara Mitra A dan Mitra B melakukan akad musyarakah, mitra B menanamkan Rp
10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp 20.000.000. seiring berjalannya kerja sama
akad musyarakah tersebut, modal Mitra B Rp 10.000.000 tersebut akan beralih
kepada Mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh Mitra A.
Pada
dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya
karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu
bi al ghurmi). Namun demikian, untuk mencegah mitra melakukan kelalaian,
melakukan kesalahan yang disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah
disepakati, diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga.
Tentu saja jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti ia melakukan
penyimpangan. PSAK No.106 par 7 memberikan beberapa contoh kesalahan yang
disengaja yaitu: (a) pelanggaran terhadap akad; antara lain, penyalahgunaan
dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, atau (b)
pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam
musyarakah, dapat ditemukan aplikasi ajaran Islam tentang ta’awun (gotong
royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan sangat
terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa saja
berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal
misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu
keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil, bukan
merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti bunga/riba.
Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal lebih besar akan
menanggung risiko finansial yang juga lebih besar.
Untuk
menghindari persengketaan di kemudian hari, sebaiknya akad kerja sama dibuat
secara tertulis dan dihadiri oleh para saksi. Akad atau perjanjian tersebut
harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait dengan besaran modal dan
penggunaannya (tujuan usaha musyarakah), pembagian kerja di antara mitra,
nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba dan periode pembagiannya dan
lain sebagainya. Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan, atau terjadi
persengketaan, para pihak dapat merujuk kepada kontrak yang telah disepakati
bersama.
B. JENIS
AKAD MUSYARAKAH
1. Berdasarkan
Eksistensi
a. Syirkah
Al Milk .
mengandung
arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang keberadaanya muncul apabila
dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership)
atas suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima
warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik
yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi – bagi. Contoh lain, berupa
kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal
ini, para mitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan
yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing – masing sampai mereka
memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
Untuk tetap menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang
menyangkut harta bersama kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah Al
Milk kadang bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary)
atau jabariyyah(jabari/tidak sukarela/involuntary).
Apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra
memutuskan untuk tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut
bersifat ikhtiari (sukarela/voluntary). Contoh lain
dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya, rumah)
yang dibeli secara bersama.
Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi – bagi dan mereka terpaksa
harus memilikinya bersama, maka syirkah al mil tersebut bersifat jabari (tidak
sukarela/involuntary/terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris
terhadap harta warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian.
b. Syirkah
Al’uqud (kontrak).
Syirkah
Al’uqud ( kontra ) yaitu
kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra dapat berkontribusi dengan
modal/dana dan atau dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian.
Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena
para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
kerja sama investasi dan berbagi untung dan risiko. Berbeda dengan syirkah al
milk, dalam kerja sama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil
dari pihak lainnya Syirkah Al’uqud dapat dibagi menjadi sebagai berikut.
c. Syirkah
Abdan
Syirkah
Abdan (syirkah
fisik), disebut juga syirkah ‘amal (syirkah kerja) atau syirkah
shanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah taqabbul (syirkah
penerimaan). Syirkah Abdan adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih
dari kalangan pekerja/profesional di mana mereka sepakat untuk bekerja sama
mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima.
Para
mitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa
menyetorkan modal. Hasil atau upah dari pekerjaan tersebut dibagi sesuai dengan
kesepakatan mereka. Contoh: kerja sama antara para akuntan, dokter, ilmu hukum,
tukang jahit, tukang bangunan dan lainnya.
Dalam
syirkah abdan, jenis keahlian yang dimiliki para mitra dapat sama atau berbeda,
demikian juga dengan waktu yang dicurahkan atau alokasi kerja pun dapat sama
atau berbeda. Para mitra bebas menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan
pelaksana. Dalam setiap pekerjaan yang disepakati oleh seorang mitra mengikat
mitra lainnya.
d. Syirkah
Wujuh.
Syirkah
Wujuh adalah
kerja sama antara dua pihak di mana masing – masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal. Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak
ketiga. Masing – masing mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit
worthiness, tanpa menyetorkan modal. Contohnya: dua orang atau lebih
membeli sesuatu barang tanpa modal atau dengan kredit, yang ada hanyalah nama
baik mereka dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka, dan keuntungan yang
diperoleh adalah untuk mereka. Setiap mitra menjadi penanggung dan agen bagi
mitra yang lainnya, dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung
bersama. Keuntungan dibagi kepada para mitra berdasarkan kesepakatan bersama.
e. Syirkah
‘Inan.
Syirkah
‘Inan (negosiasi)
adalah bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak – pihak yang
terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan.
Tanggung jawab para mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap mitra
bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan merupakan
penjamin bagi mitra usaha lainnya. Namun demikian, kewajiban terhadap pihak
ketiga adalah sendiri – sendiri, tidak ditanggung secara bersama – sama.
Setiap
mitra bertindak sebagai agen untuk kepentingan pihak laindan terbatas hanya
pada hubungan di antara para mitra. Dalam arti, hanya mitra yang melakukan
transaksi yang bersangkutan saja yang dapat mengajukan gugatan kepada pihak
lain yang telah melakukan hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga
tersebut hanya dapat melakukan tindakan hukum terhadap mitra yang melakukan
hubungan perjanjian dengannya saja. Hal ini disebabkan karena dalam kemitraan
‘inan, di antara para mitra hanya saling memberikan kuasa, tetapi tidak saling
memberikan penjaminan. Sebagai konsekuensinya, seorang mitra tidak
bertanggung jawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya. Utang yang
diperoleh oleh seorang mitra atau yang diberikan oleh seorang mitra tidak dapat
ditagih kepada atau dituntut oleh para mitra yang lain.
Keuntungan
yang diperoleh akan dibagi pada para mitra sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
f. Syirkah
Mufawwadhah.
Syirkah
Mufawwadhah adalah
bentuk kerja sama di mana posisi dan komposisi pihak – pihak yang terlibat di
dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun
risiko kerugian. Masing – masing mitra memiliki kewenangan penuh untuk
bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap mitra
sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan – tindakan hukum dan komitmen –
komitmen dari para mitra lainnya dalam segala hal yang menyangkut kemitraan
ini.
Dengan
demikian, tuntutan pihak ketiga dapat diajukan kepada setiap mitra, dan secara
bersama – sama bertanggung jawab atas kewajiban (liabilities) kemitraan
tersebut, sepanjang kewajiban (liabilities) yang ada memang timbul dari
operasi bisnis syirkah tersebut. Sebaliknya, setiap mitra dapat mengajukan
tuntutan terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan apakah mitra yang
bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan tuntutan itu.
Bentuk syirkah ini mirip seperti firma, namun dalam firma jumlah modal yang
disetorkan tidak harus sama.
Terlepas
dari jenisnya, akad kerja sama dibolehkan secara syariah asalkan memenuhi
rukun dan ketentuan syariahnya.
2. Musyarakah
Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah
Menurun/Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana
salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga
bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut. (PSAK No. 106 par 04)
contohnya, antara Mitra A dan Mitra P melakukan akad musyarakah, mitra P
menanamkan Rp 10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp 20.000.000. seiring berjalannya
kerja sama akad musyarakah tersebut, modal Mitra P Rp 10.000.000 tersebut akan
beralih kepada Mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang dilakukan oleh
Mitra A.
C. DASAR
SYARIAH
1. Sumber Hukum Akad
Musyarakah
a. Al – Quran
“Maka mereka berserikat pada sepertiga.” (QS 4:12)
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang – orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian
yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (QS 38:24).
b. As
– Sunnah
Hadis
Qudsi: “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat,
sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya.
Apabila seseorang berkhianat terhadap lainnya maka Aku keluar dari keduanya.”(HR.
Abu Dawud dan Al – Hakim dari Abu Hurairah)
“Pertolongan Allah tercurah atas dua
pihak yang berserikat, sepanjang keduanya tidak saling berkhianat.” (HR. Muslim)
Berdasarkan keterangan Al – Quran
dan Hadis tersebut, pada prinsipnya seluruh ahli fiqih sepakat menetapkan bahwa
hukum musyarakah adalah mubah, meskipun mereka masih mempersilahkan keabsahan
hukum dari beberapa jenis akad musyarakah.
2. Rukun
dan Ketentuan Syariah dalam Akad Musyarakah
Prinsip
dasar yang dikembangkan dalam syirkah adalah prinsip kemitraan dan kerja sama
antara pihak – pihak yang terkait untuk meraih kemajuan bersama. Unsur – unsur
yang harus ada dalam akad musyarakah atau rukun musyarakah ada empat, yaitu:
1. Pelaku
terdiri atas para mitra.
2. Objek
musyarakah berupa modal dan kerja.
3. Ijab
kabul/serah terima.
4. Nisbah
keuntungan.
Ketentuan
syariah
1. Pelaku:
Para mitra harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek
musyarakah: Objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan
dilakukannya akad musyarakah yaitu harus ada :
a. Modal
a. Modal
yang diberikan harus tunai.
b. Modal
yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset perdagangan, atau
aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
c. Apabila
modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai tunainya
terlebih dahulu dan harus disepakati bersama.
d. Modal
yang diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan pemisahan
modal dari masing – masing pihak untuk kepentingan khusus. Misalnya, yang satu
khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain untuk membiayai pembelian
perlengkapan kantor.
e. Dalam
kondisi normal, setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan.
f. Mitra
tidak boleh meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjamkan
uang kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau menghadiahkan
uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
g. Seorang
mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal itu untuk
kepentingannya sendiri.
h. Pada
prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh ada pinjaman modal, seorang mitra tidak
bisa menjamin modal mitra lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip al
ghunmu bi al ghurmi–hak untuk mendapat keuntungan berhubungan dengan risiko
yang diterima. Namun demikian, seorang mitra dapat meminta mitra lain
menyediakan jaminan dan baru dapat dicairkan apabila mitra tersebut melakukan
kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
i. Modal
yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi
yang dilarang oleh syariah.
b. Kerja
a. Partisipasi
para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
b. Tidak
dibenarkan bila salah seorang di antara mitra menyatakan tidak ikut serta
menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut.
c. Meskipun
porsi kerja antara satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama. Mitra yang
porsi kerjanya lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar.
d. Setiap
mitra bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya.
e. Para
mitra harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
f. Seorang
mitra yang melaksanakan pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati,
berkah mempekerjakan orang lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia
sendiri yang melakukan pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan
yang dibayar untuk pekerjaan itu di tempat lain, karena biaya pekerjaan
tersebut merupakan tanggungan musyarakah.
g. Jika
seorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk melaksanakan tugas yang menjual
bagiannya, biaya yang timbul harus ditanggungnya sendiri.
3. Ijab
kabul
Adalah
pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak – pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan
cara – cara komunikasi modern.
4. Nisbah.
a.
Nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para
mitra di awal akad sehingga risiko perselisihan di antara para mitra dapat
dihilangkan.
b.
Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c.
Keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan
keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba.
d.
Keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan
tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan.
e.
Mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan
nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar
prinsip keadilan dan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al
ghurmi).
f.
Pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan
keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi
kemampuan tertentu atau untuk cadangan (reserve).
Apabila
terjadi kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari
masing – masing mitra. Dalam musyarakah yang berkelanjutan (going concern)
dibolehkan untuk menunda alokasi kerugian dan dikompensasikan dengan keuntungan
pada masa – masa berikutnya. Sehingga nilai modal musyarakah adalah tetap
sebesar jumlah yang disetorkan dan selisih dari modal adalah merupakan
keuntungan atau kerugian.
3. Berakhirnya
Akad Musyarakah
Akad
musyarakah akan berakhir, jika:
1.
Salah seorang mitra menghentikan akad.
2.
Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal. Dalam hal ini mitra yang
meninggal atau hilang akal dapat digantikan oleh salah seorang ahli warisnya
yang cakap hukum (baligh dan berakal sehat) apabila disetujui oleh semua ahli
waris lain dan mitra lainnya.
3.
Modal musyarakah hilang/habis. Apabila salah satu mitra keluar dari
kemitraan baik dengan mengundurkan diri, meninggal atau hilang akal maka
kemitraan tersebut dikatakan bubar. Karena musyarakah berawal dari kesepakatan
untuk bekerja sama dan dalam kegiatan operasional setiap mitra mewakili mitra
lainnya. Dengan salah seorang mitra tidak ada lagi berarti hubungan perwakilan
itu sudah tidak ada.
D. ILUSTRASI
PENCATATAN AKUNTANSI MUSYARAKAH (PSAK 106)
Perlakuan
akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu
mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud mitra aktif adalah
pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk
pihak lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah
pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra
aktif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga
mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk
pihak lain mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan
akuntansi.
Pada hakikatnya, pencatatan atas semua transaksi usaha musyarakah harus
dipisahkan dengan pencatatan lainnya. Untuk memudahkan ilustrasi, kami akan
mencatat transaksi usaha musyarakah seolah – olah ditunjuk pihak lain untuk
melakukan pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih di bawah tanggung
jawab mitra aktif.
Akuntansi
untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif
Akuntansi
untuk mitra aktif dan mitra pasif masih dianggap sama, karena dalam ilustrasi
ini pencatatan akuntansi untuk usaha musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga
yang ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh karena pada hakikatnya
jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif adalah sama. Perbedaannya
jika pencatatan dilakukan oleh mitra aktif, maka ia harus membuat akun buku
besar pembantu untuk memisahkan pencatatan dari transaksi musyarakah dengan
transaksi lainnya. Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi untuk
mitra aktif dan mitra pasif menurut PSAK, penulis akan menjelaskan lebih
lanjut.
1. Pengakuan
investasi musyarakah.
Investasi
musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha
musyarakah.
2. Biaya
pra–akad.
Biaya
pra–akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan)
tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan
dari seluruh mitra musyarakah.
a. Jurnal
untuk mitra aktif pada saat mengeluarkan biaya:
Uang
Muka Akad
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
b. Apabila
mitra lain sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah maka
dicatat sebagai penambah nilai investasi musyarakah.
Investasi
Musyarakah
|
xxx
|
|
Uang Muka Akad
|
xxx
|
c. Apabila
mitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi musyarakah
maka akan dicatat sebagai beban. Jurnal:
Beban
Musyarakah
|
xxx
|
|
Uang Muka Akad
|
xxx
|
3. Pengukuran
Investasi Musyarakah
Penyerahan
kas atau aset nonkas sebagai modal untuk investasi musyarakah
a. Apabila
investasi dalam bentuk kas akan dinilai sebesar jumlah yang akan diserahkan,
maka jurnal:
Investasi
Musyarakah–Kas
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
b. Apabila
investasi dalam bentuk aset nonkas, maka dinilai sebesar nilai wajar dan jika
nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih besar dari nilai buku, maka oleh
mitra aktif selisihnya akan dicatat dalam akun selisih penilaian aset
musyarakah (dilaporkan dalam bagian ekuitas). Jurnal :
Investasi
Musyarakah–Aset Nonkas
|
xxx
|
|
Akumulasi
Penyusutan
|
xxx
|
|
Selisih
Penilaian Aset Musyarakah
(sebagai
bagian ekuitas)
|
xxx
|
|
Aset
Nonkas
|
xxx
|
c. Selisih
penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah
menjadi keuntungan. Jurnal:
Selisih
Penilaian Aset Musyarakah
|
xxx
|
|
Keuntungan
|
xxx
|
Untuk
mitra pasif, akun selisih penilaian aset musyarakah digantikan dengan akun
keuntungan tangguhan dan diamortisasikan selama masa akad. Apabila aset nonkas
dikembalikan di akhir akad maka akun investasi musyarakah nonkas akan berkurang
nilainya sebesar beban penyusutan aset yang diserahkan dikurangi dengan
amortisasi keuntungan tangguhan.
a. Jika
nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih kecil dari nilai buku, maka
selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui pada saat penyerahan aset
nonkas.
Jurnal:
Investasi
Musyarakah
|
Xxx
|
|
Akumulasi
Penyusutan
|
Xxx
|
|
Kerugian
Penurunan Nilai
|
Xxx
|
|
Aset
Nonkas
|
xxx
|
Apabila
investasi dalam bentuk aset nonkas dan di akhir akad akan diterima kembali maka
atas aset nonkas musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar, dengan masa
manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis aset.
Jurnal:
Beban
Depresiasi
|
Xxx
|
|
Akumulasi
Depresiasi
|
xxx
|
|
4. Apabila
dari investasi musyarakah diperoleh keuntungan atau kelugian.
Jurnal
laba :
Kas/Piutang
|
Xxx
|
|
Pendapatan
Bagi Hasil
|
xxx
|
Jurnal
rugi :
Kerugian
|
Xxx
|
|
Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
5. Apabila
modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad
dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar aset nonkas yang disepakati
ketika aset tersebut diserahkan. Maka ketika akad musyarakah berakhir, aset
nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian
dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual)
didistribusikan pada setiap mitra sesuai nisbah.
Ketika
pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas
menghasilkan keuntungan, maka jurnal:
Kas
|
Xxx
|
|
Investasi Musyarakah
|
Xxx
|
|
Keuntungan
|
Xxx
|
Ketika
pelunasan dengan asumsi ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas
menghasilkan keuntungan, maka jurnal:
Kas
|
Xxx
|
|
Penyisihan
Kerugian
|
Xxx
|
|
Investasi
Musyarakah
|
xxx
|
|
Keuntungan
|
xxx
|
Pencatatn
pada akhir akad.
a. Apabila
modal investasi yang diserahkan berupa kas. Jika tidak ada kerugian, maka
jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Investasi
Musyarakah
|
Xxx
|
Jika
ada kerugian, maka jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Investasi
Musyarakah
|
Xxx
|
b. Apabila
modal investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk aset nonkas
yang sama pada akhir akad. Jika tidak ada kerugian, maka jurnal:
Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Investasi Musyarakah
|
xxx
|
Jika
ada kerugian, mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyetorkan uang
sebesar nilai kerugian, maka jurnal:
Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
|
Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Investasi
Musyarakah
|
Xxx
|
6. Bagian
mitra aktif jenis akad musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra
secara bertahap) nilai investasi musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai
wajar aset nonkas yang diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana
syirkah temporer yang telah dikembalikan pada mitra pasif dikurangi rugi
jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif nilai investasi musyarakahnya sebesar
kas atau nilai wajar aset yang diserahkan pada awal akad dikurangi dengan
pengembalian dari mitra aktif jika ada.
7. Penyajian.
Mitra
pasif menyajikan hal – hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut.
a.
Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai
investasi musyarakah.
b.
Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada
nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi
musyarakah.
8. Pengungkapan.
Mitra
mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak
terbatas, pada:
a.
Isi kesempatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain – lain.
b.
Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif.
c.
Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No.101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.
Akuntansi
untuk Pengelola Dana
Akuntansi
untuk pengelola musyarakah dilakukan oleh mitra aktif atau pihak yang
mewakilinya.
1.
Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif atau mitra aktif diakui sebagai
dana syirkah temporer sebesar:
a.
Jumlah yang diterima untuk penerimaan dalam bentuk kas dan jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Dana Syirkah Temporer
|
xxx
|
Selanjutnya
untuk dana syirkah temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub ledger)
antara dana yang berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b. Nilai
wajar untuk penerimaan dalam bentuk aset nonkas, maka akan dicatat sebesar
nilai wajarnya dan jurnal:
Aset
Nonkas
|
xxx
|
|
Dana Syirkah Temporer
|
xxx
|
Apabila
di akhir akad aset nonkas tidak dikembalikan maka yang mencatat beban
depresiasi adalah usaha musyarakah atas dasar nilai wajar dan disusutkan selama
masa akad atau selama umur ekonomis. Sedangkan jika dikembalikannya, yang
mencatat beban depresiasi adalah mitra yang menyerahkan aset nonkas sebagai
modal investasinya.
Beban
Depresiasi
|
xxx
|
|
Akumulasi Depresiasi
|
Xxx
|
c. Pencatatan
untuk pembagian laba untuk mitra aktif dan pasif
Saat
mencatat pendapatan:
Kas/Piutang
|
xxx
|
|
Pendapatan
|
xxx
|
Saat
mencatat beban:
Beban
|
xxx
|
|
Kas/Utang
|
xxx
|
Jurnal
penutup yang dibuat di akhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Pendapatan
|
xxx
|
|
Beban
|
xxx
|
|
Pendapatan yang Belum Dibagikan
|
Xxx
|
Jurnal
ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana:
Beban
Bagi Hasil Musyarakah
|
xxx
|
|
Utang Bagi Hasil Musyarakah
|
xxx
|
Jurnal
pada saat pengelola dana membayar bagi hasil:
Utang
Bagi Hasil Musyarakah
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
Pada
akhir periode, akun pendapatan yang belum dibagikandan beban bagi hasil
ditutup. Jurnal:
Pendapatan
yang Belum Dibagikan
|
xxx
|
|
Beban Bagi Hasil
|
xxx
|
Jurnal
penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian:
Pendapatan
|
xxx
|
|
Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Beban
|
xxx
|
Jika
kerugian akibat kelalaian mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian
tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. Jurnal:
Penyisihan
Kerugian–Mitra Aktif
|
xxx
|
|
Kerugian yang Belum Dialokasikan
|
xxx
|
3.
Pencatatan yang dilakukan pada akhir akad
a. Apabila
dana investasi yang dserahkan berupa kas, maka jurnal:
Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
|
Penyisihan Kerugian
|
xxx
|
b. Apabila
dana investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad
dikembalikan, maka jurnal:
Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Aset Nonkas
|
xxx
|
Jika
aset harus dikembalikan dan terjadi kerugian maka mitra yang menyerahkan aset
nonkas harus menyerahkan kas untuk menutup kerugian. Jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Penyisihan Kerugian
|
xxx
|
c. Apabila
modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas dan di akhir akad
dikembalikan dalam bentuk kas, maka aset nonkas harus dilikuidasi/dijual
terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara
nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai
kesepakatan. Jika penjualan tersebut menghasilkan keuntungan maka akan menambah
dana mitra. Jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Akumulasi
Depresiasi
|
xxx
|
|
Aset Nonkas
|
Xxx
|
|
Keuntungan
|
Xxx
|
Keuntungan
ditutup ke dana syirkah temporer. Jurnal:
Keuntungan
|
xxx
|
|
Investasi Musyarakah
|
xxx
|
Jika
penjualan tersebut menghasilkan kerugian, akan ditagih kepada mitra, maka
jurnal:
Kas
|
xxx
|
|
Akumulasi
Depresiasi
|
xxx
|
|
Penyisihan
Kerugian
|
xxx
|
|
Aset Nonkas
|
xxx
|
Ketika
pelunasan, asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset nonkas
mengalami keuntungan. Jurnal:
Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
Ketika
pelunasan, asumsi ada penyisihan kerugian dari penjualan aset nonkas mengalami
keuntungan. Jurnal:
Dana
Syirkah Temporer
|
xxx
|
|
Penyisihan Kerugian
|
xxx
|
|
Kas
|
xxx
|
4.
Penyajian
Pengelola
menyajikan hal – hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut.
a.
Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari
mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah.
b.
Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana
syirkah temporer.
c.
Selisih penilaian aset musyarakah (jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.
E. PENERAPAN
AKUNTANSI MUSYARAKAH PADA BANK SYARIAH
Seorang
pengusaha gergajian mengajukan pembiayaan musyarakah ke sebuah bank syari’ah
dan disepakati : porsi bank Rp 300 juta, dengan jangka waktu 1 tahun, dan
nisbahnya 50% :50%. Untuk realisasi kerjasama musyarakah sebesar 2 juta.
a.
Realisasi porsi bank sebesar Rp 300 juta, berupa dana (tunai), penyertaan bank
langsung dimasukkan ke rekening giro nasabah. Jurnal:
Rekening
|
Debet
|
Kredit
|
Pembiayaan
musyarakah
|
Rp
300 juta
|
|
Giro
|
Rp
300 juta
|
b. Campuran
-
Dana tunai Rp 200 juta oleh Bank langsung disetorkan ke
rekening giro nasabah, Jurnal:
Rekening
|
Debet
|
Kredit
|
Pembiayaan
musyarakah
|
Rp
200 juta
|
|
Giro
|
Rp
200 juta
|
- Berupa
kayu senilai Rp 100 juta, dengan nilai buku Rp 100 juta. Jurnal:
Rekening
|
Debet
|
Kredit
|
Pembiayaan
musyarakah
|
Rp
100 juta
|
|
Persediaan barang
|
Rp
100 juta
|
- Jika
nilai buku hanya Rp 90 juta, sedangkan nilai tunai sebesar Rp 100 juta,
sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp 10 juta. Jurnal :
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Pembiayaan
musyarakah
|
Rp
100 juta
|
|
Persediaan barang
|
Rp
100 juta
|
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Persediaan
barang
|
Rp
10 juta
|
|
Laba
musyarakah
|
Rp
10 juta
|
Persediaan
Barang
Persediaan
awal
|
Rp
90 juta
|
Pembiayaan
musyarokah
|
Rp
100 juta
|
Laba
|
Rp
10 juta
|
||
jumlah
|
Rp
100 juta
|
Jumlah
|
Rp
100 juta
|
Jika
nilai baku sebesar Rp 105 juta, sedangkan nilai pasar wajar adalah RP 100 juta,
jadi rugi Rp 5 juta. Jurnal :
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Pembiayaan
musyarakah
|
Rp
100 juta
|
|
Persediaan barang
|
Rp
100 juta
|
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Rugi
musyarakah
|
Rp
5 juta
|
|
Persediaan barang
|
Rp
5 juta
|
Persediaan
barang
Persediaan
awal
|
Rp
105 juta
|
Pembiayaan
musyarokah
|
Rp
100 juta
|
Rugi
|
RP
5 juta
|
||
Jumlah
|
Rp
105 juta
|
Jumlah
|
Rp
105 juta
|
c. Distribusi biaya
musyarakah sebesar Rp 2 juta, misal biaya notaris.
- Jika
disepakati biaya notaris menjadi beban bank, maka tidak perlu menggunakan
jurnal
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Biaya
musyarakah
|
Rp
2 juta
|
|
Giro Rp / kas / kliring
|
Rp
2 juta
|
- Jika Bank
dan nasabah dibebani pembiayaan separo, lanjutan jurnal poin (a)
>>Beban
Bank
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Biaya
musyarakah
|
Rp
1 juta
|
|
Rekg transitoris Rp
|
Rp
1 juta
|
>>Beban
debitur dilimpahkan ke giro nasabah
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Giro
Rp
|
Rp
1 juta
|
|
Rekg transitoris
|
Rp
1 juta
|
- Saat
jatuh waktu pembiayaan musyarakah
a. Kasus
I
Berdasarkan
perhitungan, terdapat kelebihan dana/ modal (musyarakah) sebesar Rp 50 juta
yang ditampung di rekening giro nasabah (debitur) porsi dana bank dikembalikan. Jurnal
:
>>Pembagian
keuntungan (50% x Rp 50 juta)
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Giro
Rp Debitur
|
Rp
25 juta
|
|
Pembiayaan musyarakah
|
Rp
25 juta
|
>>Pengembaliaan
dana bank
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Giro
Rp Debitur
|
Rp
300 juta
|
|
Pembiayaan musyarakah
|
Rp
300 juta
|
b. Kasus
II
Mengalami
kerugian sebesar Rp 80 juta akibat kerusakan persediaan barang. Belum
dapat mengembalikan dana bank dikarenakan tertanam dalam piutang yang baru akan
dibayar 3 bulan mendatang. Dana yang tersedia untuk angsuran bank sebesar Rp
200 juta saja. Jurnal :
>>Pengembaliaan
porsi dana bank
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Giro
Rp debitur
|
Rp
200 juta
|
|
Pembiayaan musyarakah
|
Rp
200 juta
|
>>Distribusi
kerugian
Misalnya
: sesuai perbandingan modal , bank dibebani sebesar Rp 60 juta.
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Kerugian
musyarakah
|
Rp
60 juta
|
|
Pembiayaan musyarakah
|
Rp
60 juta
|
Sisa
pembiayaan musyarakah sebesar Rp 40 juta masih berupa tagihan.Perhitungannya = Porsi
bank – dana yang dikembalikan – rugi beban bank
=
Rp 300 juta – Rp 200 juta – Rp 60 juta
Jurnalnya
:
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Piutang
musyarokah
|
Rp
40 juta
|
|
Pembiayaan musyarokah
|
Rp
40 juta
|
c. Kasus
III
Nasabah
ternyata membeli kayu gelap senilai Rp 500 juta yang semuanya di sita. Dana
nasabah direkening gironya yang tersedian hanya Rp 100 juta, sisanya akan
diselesaikan 6 bulan lagi dengan menjual asetnya. Jurnal :
>>
Kerugian menjadi tanggung jawab nasabah sepenuhnya. Pengembalian dana
bank sebesar Rp 100 juta.
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Giro
Rp debitur
|
Rp
100 juta
|
>>
Pengambalian sisa pembiayaan (Rp 200 juta ) 6 bulan mendatang.
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Piutang
jatuh tempo
|
Rp
200 juta
|
|
Pembiayaan musyarokah
|
Rp
200 juta
|
d. Kasus
IV
Usaha
nasabah macet dan pada akhirnya pembiayaan musyarokah pun ikut macet. Jurnal
: Kerugian usaha : ( tidak ada jurnal yang harus dilakukan oleh bank
karena kerugian disebabkan kesalahan nasabah, tanggung jawab sepenuhnya di
bebankan pada nasabah).
>>Pembiayaan
macet, bank masih memiliki hak tagih kepada debitur sebesar Rp 300 juta.
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Piutang
jatuh tempo
|
Rp
300 juta
|
|
Pembiayaan musyarokah
|
Rp
300 juta
|
e. Kasus
V
Jika
kesalahn atau kerusakan di luar kekuasaan nasabah, maka kerugian di tanggung
bersama. Jurnal :
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Kerugian
musyarokah
|
Rp
300 juta
|
|
Pembiayaan musyarokah
|
Rp
300 juta
|
f. Kasus
VI
Ketika
debitur melarikan dan tidak di ketahui keberadaannya. Proyek gagal dan
pembiayaan macet. Maka bank menderita kerugian total, Jurnal :
Rekening
|
Debit
|
Kredit
|
Kerugian
musyarokah
|
Rp
300 juta
|
|
Pembiayaan musyarokah
|
Rp
300 juta
|
daftar pustaka
http://yantosemak.blogspot.co.id/2015/03/materi-kuliah-akuntansi-syariah.html
Comments
Post a Comment